Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Rangkuman Materi SKI Enam Tradisi Kearifan Lokal Sunda

Ruang Kelas - Banyak sekali tradisi yang ada di masyarakat khususnya di tatar sunda, ada enam tradisi kerrifakn lokal di masyarakat sunda yang masih dilaksanakan sebagai tradisi turun temurun. Lalau apa yang di maksud dengan tradisi? Menurut E Nugroho Tradisi adalah kebiasan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara turun temurun. Berikut adalah 6 tradisi kearifan lokal yang ada di masyarakat sunda;

1) Upacara Tingkeban

Upacara ini diselenggarakan pada saat seorang ibu hamil dan usia kandungannya mencapai 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan serta ibu yang melahirkan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb yang artinya tutup. Maksudnya, si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan dan jangan bekerja terlalu berat. karena bayi yang dikandung sudah besar. Larangan ini dimaksudkan untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan.

2) Reuneuh Mundingeun

Upacara ini dilaksanakan apabila perempuan mengandung lebih dari 9 bulan atau bahkan ada yang sampai 12 bulan, tetapi belum melahirkan juga. Perempuan yang hamil seperti itu disebut Reuneuh Mundingeun, yakni seperti munding atau kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan (jangan sampai seperti kerbau) serta agar terhindar dari sesuatu yang membahayakan.

3) Tembuni

Tembuni atau placenta dipandang sebagai saudara bayi sehingga tidak boleh dibuang sembarangan, yakni harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai. Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat, dibersihkan, dan dimasukkan ke pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam, dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang Paraji untuk dikuburkan di halaman atau area di sekitar rumah. Ada juga yang dihanyutkan kesungai secara adat. Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasul kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang bahagia.

4) Gusaran

Budaya gusaran adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara ini adalah agar gigi anak perempuan rata sehingga tampak bertambah cantik. Upacara gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun. Jalannya upacara, anak perempuan setelah dirias duduk di antara para undangan. Selanjutnya, dibacakan doa dan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian, Indung Beurang melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu. Setelah selesai, si perempuan dibawa ke tangga rumah untuk disawer (dinasihati melalui syair lagu). Usai disawer, acara dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya, dalam upacara gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga untuk memasang anting-anting agar kelihatan lebih cantik lagi.

5) Sunatan/Khitanan

Kegiatan ini dilakukan dengan maksud agar alat vital anak bersih dari najis. Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama sebagai seorang muslim. Upacara sunatan anak perempuan diselenggarakan pada waktu masih kecil (bayi) supaya tidak malu. Adapun bagi anak laki-laki, upacara sunatan lazimnya diselenggarakan jika sudah menginjak usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan, selain Paraji sunat, diundang juga para tetangga, handai tolan, serta kerabat.

6) Cucurak

Kearifan lokal ini biasanya dilakukan oleh kaum ibu yang memasak makanan yang berbeda-beda. Setelah itu, makanan dikumpulkan di masjid terdekat untuk dibagikan dan dimakan bersama. Namun demikian, cucurak tidak selalu dilakukan dengan cara seperti itu. Orang-orang yang makan bersama dengan niat menyambut datangnya bulan Ramadhan juga sudah dapat dikatakan sebagai cucurak. Niat menyambut Ramadhan juga harus selalu diingat dalam cucurak, sebab jika hal itu dilupakan, biasanya mereka akan makan sebanyak-banyaknya dan lupa dengan niat awal. Cucurak dilakukan untuk menjalin silaturahmi dan saling memaafkan antarmasyarakat. Selain itu, cucurak juga merupakan bentuk rasa syukur terhadap rezeki yang telah diberikan Tuhan.

Dari ke 6 tradisi di atas, tradisi tersebut seperti tingkeban, renunh mundingeun, tingkeban, gusaran, sunatan, cucuruk yang masih kita bisa lihat di masyarakat Sunda. Maka oleh sebab itu, kita sebagai orang sunda haruh menjungjung tinggi nilai budaya dan tradisi kita sehingga tidak punah dan sirna di gerus oleh zaman. Suatu bangsa akan dilihat jatidirinya dari budayanya itu sendiri, maka kita harus melestarikan dan memberikan kontibusi dalam nilai-nilai budaya sunda tersebut.

Materi ini diroritaskan untuk anak-anak siswa/I MTs yang belajar Sejarah kebudayaan isama ini merupakan rangkuman materi tentang tradisi islam yang ada di Indonesia kususnya di wilayah tatar sunda. Untuk mengetahui budaya secara teorotis yang dipelajari di sekolah. Dalam konteks keilmuan yang memberikan informasi kearifan lokal secara teori.

Coba kalian amati disekitar kalian tinggal apakah semua yang tertera di atas ada diwilayah kalian tinggal. Kearifan lokal tersebut sering kita jumpai bahkan kita seing mengikutinya. Kita harus bangga terhadap budaya leluhur kita untuk menjaga keutuhan bangsa kita, nilai-nilai didalamanya mengajarkan keilmuan dan keimanan kita kepada maha kuasa atas apa yang telah diturunkan kepada kita semua dari berbagai jenis suku dan budaya bangsa.

Maka, oleh sebab itu kita perlu menelah dan memahami kearifan lokal di atas sebagai anugrah dan nilai-nilai yang terkandung secara tersurat dan tersirat. Kehidupan dimasyarakat mempunyai kehidpuan dan nilai budaya sesuai dengan kearifan lokalnya masing-masing. Nilai-nilai tersebut harus tertanam dalam jiwa kita untuk menjaga dan melestarikan budaya bangsa kita.

Sumber : buku Sejarah Kubudayan Islam Kelas 9 Direktorat KSKK Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Kementrian Agama Republik Indonesia 2019