Peninggalan Arkologi Kota-kota Islam
Jejak peninggalan arkologi islam bemberikan pengetahuan terhadap berbagai kejadian dan stuktur kota-kota islam yang ada di Nusantara. Pada masa islamisai perkembangan islam muncul dan berkembang dari bebrbagi segi dari budaya, seni, tradisi, bangunan, dan soial politik. Dalam bukunya menemukan peradaban dijelaskan tentang arkeologi islam dan peninggalan arkeologi kota-kota islam di Nusantara
Kehadiran makam-makam di Jawa berhubungan erat dengan perkembangan dan sosialisasi Islam. Muslim dari berbagai kawasn India, Arab, dan Persia telah mengadakan kontak dengan komunikasi Jawa atau Nusantra pada abad-abad ke 7-8, dan telah berlangsung diabad-abad sesudahnya. Tanda kedatangan islam di jawa sangat jelas nampak jelas dariadanya kuburan diadareh Leles Gersik, sebelah barat sutabaya. Setelah satu nisan makam dalam kelompok tersebut berangka tahun 475 H/ 1082 M dengan nama fatimiah binti maemun bin Hibatalah. Makam serupa juga terdapat di pandang (phanarang) di Vietnam keduannya memiliki gaya tulisan kufi.
Seiring berkembangnya islam di daerah pesisir, kerajaan maja pahit menuju keruntuhannya, karena pertentangannya dengan internal kerajaan, dan pemberontakan para bupati, khususnya didaerah-daerah pseisir, padahal disuatu sisi secara ekonomi sangat potensial bagi kelangsungan kerajaan. Raden Patah, putra kerajaan Majapahit, memeluk islam kemudian berkuasa di Demak. Menurut tradisi Jawa. Raden patah pula di bantu oleh para wali mendirikan masjid Demak, salah satu tiang utamanya dibuat dari tatal yang berasal dari Majapahit.
Di pasasi terdapat seorang ulama yang terkemuka, Fatahillah yang melarikan diri ketika di kejar Protugis dan kemudian diterima oleh sultan Teranggonoo di Demak. Setelah menguasi jayakarta, saat itu sebelum islam, kemudian Fatahillah dengan dukungan Sunan Gunung Djati (Syarif Hidayatullah) membebaskan sunda kelapa (1527), kemudian juga menguasi eksitensi kesultanan Banten. Pangeran Trenggono, sultan ke tiga Demak, wapat pada 1546 ketika melakukan penyebaran ke pasurwan di jawa timur. Sepeninggalannya di Demak berulang kali terjadi pembunuhan antar sultan.
Menyusul kemenangan sunda kelapa Fatahillah kemudian memberikan nama Jayakarta. Cirebon oleh sunan Gunung Jati diserahkan kepada putranya, pangeran pasaren, banten diseahkan pada putranya yang lain yang kemudian ber bergelar sunan Gunung Jati, juga dikenal salah sorang sembilan wali penyebar islam di Jawa. Menurut tradisi setempat, di Jatinegara Kaum (Jakarta Timur) terdapat kelompok makam pangeran Jayakarta.
Dengan demikian, sejarah memberikan bahwa kemampuan seleksi serta adaptasi bangsa indonesia itu terutama bersipat alamiah. Sejauh membuktikan bahwa sosio-kultur bangsa indonesia tidak artifisal dan tak pernak jalan di tempat, tetapi selalu ber wawasan kedepan. Cirebon dan Islamisasi di Jawa Barat.
Dalam hal ini secara garis besar tumbuhnya dan kontribusi peradaban isalm bagi cirebon, sehingga mwmbwntuk tingakt budaya cirebon di mas kini. Di samping itu, kajian ini juga melihat peran dan kedudukan Cirebon menempatkan dirinyadalam hunungan negara dengan segala benturan kepentingan, dan kesaman kepentingan, dengan banten, Jayakarta, Demak, Mataram dan Gersik/Giri.
Cirebon menjadi basis soisalisasi islam ke arah barat (sumedang. Jakarta, dan Banten) maupun keselatan (Kuningan, Majakengka). Dengan kedudukan Geogerafi yang setrategis, cirebon berada pada jaringan sosialisasi dan intitusionalisasi Islam muai dari arah timur seperti mataram Demak, Gersk dan Giri. Dari barat yaitu Quro (karawang). Posisi tersebut sekaligus menempatkaan cirebon pada sisi di tengan benturan kepentingan termasuk hubungan dengan mataram yang tak selalu meluas (pangeran Giria ada pada dalam tahanan rumah dimataram dan ketika wafat dimakamkan di mataram). Posisi itu membuat cirebon menjadi penghubung bagi kepentingan Banten-Matarm maupun menjadi Bufer pengaman setrategi Mataran menghadapi Belanda di Batavia.
Bantar banten Kajian Arkologi-Sejarah
Selama mas pemerintahan sultan abdul mahasin zaenul abisin di tahun 1645 setelah melakukan pencatatan (sensu) penduduk kota catatan itu, di beritahulan bahwa kota banten saat itu berpenduduk sekitar 31.484 pada 1708 juga dilakukan sensus penduduk kota Banten.
Tahun 1759-1902 setelah hubungan kunjungan Stravorinus pada 1769 hingga 1787, tidak terdapat sumber-sumber yang lain yang mencatat perkembangan kota ini; menurut breughel, yang menulis tentang banten pada 1787 ada beberapa gedung dan penjara, selain sebuah pendopo dengan platrom setinggi 10-12 kaki memahami permukiman alun-alun bagian-bagian permukiman penduduk kota asli kota itu tampak tidak terlalu bnyak berubah, banyak beberapa rumah yang beratap genteng. Kemudian banten terbakar pada 1808-1809 sesudah tahun itu berita tentang banten hanya mencatat bahwa kaibon didirikan keraton pada 1815 untuk ibu sultan Rafiuddin.
Hal yang perlu ditekankan, bangunan-bangunan kuno pada bagian-bagian kota surabaya perlu dikonsverasi lebih lanjut. Memang sudah ada daftar dari 87 bangunan bernilai sejarah di kota surabaya ( penelitian gudang-gudang bernilai sejarah di kodya surabaya 1989/1990), namun perlu dilakukan secara budaya terhadap bangunan-bangunan tersebut, melalui kerjasama dengan pihak Suka Purbakala Jawa Timur. Selain 87 bangunan, perlu juga daftar bangunan-bangunan dengan gaya arsitektur lain, misalnya jawa, cina, arab, serta peninggalan lain yang merupakan asset suasta surabaya, Ophaalbrung Kalimas (jembatan petekan), dalam upaya konserpasi ini perlu diperhatikan, sasaran tidak hanya bangunan tetepi juga lingkungan, misalnya lingkungan perkembangan kuno diampel dan Pacian, selain itu, juga dilakukan konservasi pada toponim-toponim kuno.
Konservasi atas aspek-aspek aekeologis surabaya kuno pada saat ini tidak lepas dari perncanaan perkembangan kota. Oleh karena itu hal itu dihapus jati diri kota surabaya. Pengembangan kota hendaknya dilakukan tiga wilayah surabaya kuno dan beberapa wilayah lain yang menandai tahapan-tahapan perkembangan kota. Disamping itu juga tidak menutup kemungkinan untuk revitalisasi bangunan-banunan kuno sejauh memungkinkan.
Maka dari penjelasan di atas menunjukan sebuah peninggalan jejak peradaban melalui ilmu arkeologi. Kota-kota islam di Nusantara terbentuk dan meninggalkan struktur khasanah dalam dunia islam di Nusantara.. Kota-kota tersenut memberikan khasan dan animo terhadap nilai sejarah Nasional.