Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Revolusi Nasional Indonesia 1945 1949



Revolusi Nasional Indonesia adalah  konflik bersenjata dan diplomatik antara Republik Indonesia yang baru berdiri dan Kerajaan Belanda, yang didukung oleh Sekutu yang dipimpin oleh Inggris Raya.

Rangkaian peristiwa ini diawali dengan pendaratan pertama pasukan Sekutu Inggris  di Jakarta  yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Christinson pada tanggal 29 September 1945, setelah penandatanganan Perjanjian Sipil.

Konflik tersebut berlangsung selama empat tahun hingga Kerajaan Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia  pada tanggal 27 Desember 1949.Namun gerakan revolusi  sendiri  dimulai pada tahun 1908 yang kini diperingati sebagai tahun dimulainya kebangkitan nasional Indonesia.

Beberapa insiden berdarah terjadi secara sporadis selama kurang lebih empat tahun. Ada juga konflik politik dan dua intervensi internasional.Dalam peristiwa tersebut, tentara Belanda hanya mampu merebut kota-kota besar di pulau Jawa dan Sumatera, namun tidak mampu merebut desa atau daerah terpencil.

Perlawanan bersenjata yang sengit dan perselisihan diplomatik menekan Belanda  untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.Revolusi ini mengakhiri pemerintahan kolonial di Hindia Belanda dan membawa perubahan pada struktur sosial Indonesia. Kekuasaan raja dibatasi atau dihilangkan. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan “Revolusi Sosial” dan terjadi di beberapa wilayah di Sumatera.

Revolusi Nasional merujuk pada : Merdeka Harga Mati

Kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah sentral dalam sejarah Indonesia, melainkah merupakan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identias baru, untuk persatuan dalam menghadapi kekuasaan asing, dan untuk tatanan social yang lebih adil tampaknya akhirnya membuahkan hasil pada masa-masa sesudah perang dunia ke II. Untuk pertama kalinya di dalam kehidupan kebanyakan rakyat Indonesia, segala sesuatu yang serba paksaan yang berasal dari kekuasaan asing sehingga hilang secara tiba-tiba.

Merdekanya bangsa Indonesia tidak lepas dari para pejuang rakyat Indoesia yang mengorbankan jiwa dan raga untuk keluar dari zona penjajah bangsa Imperialisme. Kemerdekan merupakan satu hal yang sangat mutlak bagi bangsa ini, dengan kekayan yang sangat melimpah dari sumber daya alamnya maka ketika itu harus di selamtkan dari para penjajah. Secara social budaya bangsa Indonesia sangat kaya dan berlimpah dibawah pemerintah Hindia Belanda eksistensi budaya local tidak pernah kontiminasi oleh bangsa asing begitu juga ketika kedatangan Jepang ke Indonesia pada masa perang dunia ke-2.

Pasukan PETA merupakan pasukan yang di buat oleh pemerintah Jepang untuk membantu Jepang pada perang dunia kedua atau perang Asia Pasifik untuk melawan sekutu. Kekuatan PETA merupakan suatu dukungan untuk kemuajian bangsa Indonesia untuk merdeka, dengan dibuatnya pasukan PETA tersebut Indonesia mempunyai harapan baru. Dididik dan dilatik oleh Jepang PETA ketika itu menjadi peloper untuk melawan penjajah pemberontakan-pemberontakn yang pernah hadi di jawa Barat mislanya itu di daerah Pengalengan. 

Ada sebuah pristiwa penting pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 di Hiroshima dan Nagasaki dua wilayah yang ada di Jepang itu di Bom Atom oleh Amerika Serikat sehingga Jepang menyerah pada Amerika Serikat dan sekutunya, ketika itu Indonesia bersiap untuk memproklamsikan kemerdekannya. Jepang berner-benar menyerah pada sekutu yaitu pada tanggal 14 Agustus 1945. Sehingga menyerahnya Jepang itu terdengar oleh kalangan muda Inonesia yang nantinya ada sebuah pristiwa Rengasdengklok yaitu penculikan kaangan tua yaitu Soekarna dan Muhammad Hatta untuk segera memproklamsikan kemerdekan Indonesia. Dan akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka setelah teks proklamasi di bacakan oleh Soekarna dan Hatta sebagai atas nama bangsa Indonesia.

Kedatangan Pasukan Sekutu dan NICA 

di lansir dari wikipedia tentara dari resimen bersenjata  India menyita  tank Nasionalis yang tertinggal setelah pertempuran di Surabaya. Belanda menuduh Sukarno dan Hatta bekerjasama dengan Jepang dan menuduh kemerdekaan Indonesia akibat fasisme Jepang. Pemerintah Hindia Belanda  menerima $10 juta  dari Amerika Serikat untuk membantu memulihkan Indonesia sebagai negara jajahan.

Namun demikian, situasi Belanda  saat ini sedang lemah setelah  Perang Dunia Kedua di Eropa, dan baru  pada awal tahun 1946 barulah dapat dilakukan reorganisasi militernya.  Jepang dan  sekutu lainnya enggan memikul tanggung jawab pemerintah di Indonesia. Ketika Amerika Serikat berkonsentrasi pada pertempuran di kepulauan Jepang, Indonesia ditempatkan di bawah kendali  Laksamana Earl Louis Mountbatten, seorang laksamana angkatan laut Inggris dan panglima tertinggi Pasukan Sekutu di Asia Tenggara. Daerah kantong Sekutu telah muncul di beberapa bagian Kalimantan, Morotai, dan  Irian Jaya. Pejabat Belanda  kembali ke daerah ini. Di wilayah yang sebelumnya dikuasai Angkatan Laut Jepang, kedatangan pasukan Sekutu segera  menghentikan aksi revolusi, dan pasukan Australia (diikuti oleh pasukan  dan pejabat Belanda) menguasai wilayah yang sebelumnya dikuasai Jepang, kecuali Bali dan Lombok. menaklukkan wilayah yang mereka kuasai. Tanpa perlawanan yang berarti, dua divisi Angkatan Darat Australia dengan mudah menyerbu beberapa wilayah di Indonesia bagian timur.Inggris ditugaskan untuk mengatur kembali kepemimpinan pemerintahan sipil di Jawa.

Belanda menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan kembali kendali kolonial melalui NICA dan terus menegaskan kedaulatannya atas Indonesia. Meskipun demikian, pasukan Persemakmuran baru mendarat di Jawa pada bulan September 1945. Misi langsung Lord Mountbatten adalah memulangkan 300.000 orang Jepang dan membebaskan  tawanan perang. Ia tidak bersedia (dan tidak berdaya) memperjuangkan kembalinya Indonesia ke tangan Belanda. Pada bulan Oktober, pasukan Inggris mendarat pertama kali  di Medan, Padang, Palembang, Semarang, dan Surabaya. Untuk menghindari konflik dengan  Indonesia, komandan  Inggris Letnan Jenderal Philip Christison mengirimkan tentara Belanda yang telah dibebaskan ke Indonesia bagian timur, dan pendudukan kembali Belanda berjalan lancar. Ketegangan mencapai puncaknya ketika pasukan Inggris menyerbu Jawa dan Sumatra. Bentrokan terjadi antara kaum republiken dan "musuh negara", termasuk tawanan perang Belanda, KNIL,  warga sipil Tiongkok, India, dan Jepang.

Ketika Sekutu dan NICA menyerbu Indonesia yang saat itu baru saja mendeklarasikan kemerdekaan, berbagai pertempuran pun terjadi, sebagai berikut :

  1. Pertempuran Bojong Kokosan, di Bojong Kokosan, Sukabumi pada 9 Desember 1945, dipimpin Letkol (TKR) Eddie Sukardi.
  2. Pertempuran Lima Hari, di Semarang pada 15-19 Oktober 1945 (melawan Jepang).
  3. Peristiwa 10 November, di daerah Surabaya pada 10 November 1945, dipimpin Kolonel (TKR) Sungkono.
  4. Pertempuran Medan Area, di daerah Medan dan sekitarnya pada 10 Desember 1945-10 Agustus 1946, dipimpin oleh Kolonel (TKR) Achmad Tahir.
  5. Palagan Ambarawa, di daerah Ambarawa, Semarang pada 12-15 Desember 1945, dipimpin Kolonel (TKR) Sudirman.
  6. Pertempuran Lengkong, di daerah Lengkong, Serpong pada 25 Januari 1946, dipimpin oleh Mayor (TKR) Daan Mogot.
  7. Bandung Lautan Api, di daerah Bandung pada 23 Maret 1946, atas perintah Kolonel (TRI) A.H. Nasution.
  8. Pertempuran Selat Bali, di Selat Bali pada April, dipimpin oleh Kapten Laut (TRI) Markadi.
  9. Pertempuran Margarana, di Margarana, Tabanan, Bali pada 20 November 1946, dipimpin oleh Letkol (TRI) I Gusti Ngurah Rai.
  10. Pembantaian Westerling, di Sulawesi Selatan pada 11 Desember 1946-10 Februari 1947, akibat dari perburuan terhadap Wolter Monginsidi.
  11. Pertempuran Lima Hari Lima Malam, di Palembang pada 1-5 Januari 1947, dipimpin oleh Kolonel (TRI) Bambang Utojo.
  12. Pertempuran Laut Cirebon, di Cirebon pada 7 Januari 1947, dipimpin oleh Kapten Laut (TRI) Samadikun.
  13. Pertempuran Laut Sibolga, di Sibolga pada 12 Mei 1947, dipimpin oleh Letnan II Laut (TRI) Oswald Siahaan.
  14. Agresi Militer I pada 21 Juli-5 Agustus 1947.
  15. Pembantaian Rawagede di Rawagede, Karawang pada 9 Desember 1947, akibat dari perburuan terhadap Kapten (TNI) Lukas Kustarjo.
  16. Agresi Militer II pada 19–20 Desember 1948.
  17. Serangan Umum 1 Maret 1949, di Yogyakarta pada 1 Maret 1949, dipimpin oleh Letkol (TNI) Suharto.
  18. Serangan Umum Surakarta, di Surakarta pada 7-10 Agustus 1949, dipimpin oleh Letkol (TNI) Slamet Rijadi.

Pada tengah malam tanggal 20 Juli 1947, Belanda melancarkan serangan militer yang disebut Invasi Militer Belanda I (Hasil Operasi), dengan tujuan utama menghancurkan kekuatan republik. Aksi militer ini melanggar Perjanjian Lingarjati dan dianggap sebagai operasi penegakan hukum dan penegakan hukum oleh pemerintah Belanda. Pasukan Belanda berhasil mengalahkan pasukan Republik di Sumatera, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Partai ini kemudian memindahkan pusatnya ke Yogyakarta. Pasukan Belanda juga menguasai perkebunan, fasilitas minyak dan batu bara di Sumatera, serta pelabuhan utama Jawa.

Negara-negara lain bereaksi negatif terhadap tindakan Belanda ini. Australia, India, Uni Soviet, dan Amerika Serikat langsung mendukung india. Di Australia, misalnya, kapal berbendera Belanda diboikot mulai  September 1945. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk komite trilateral untuk memfasilitasi negosiasi dan mulai mengambil tindakan aktif. PBB kemudian mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata. Saat operasi militer ini berlangsung pada tanggal 9 Desember 1947, pasukan Belanda banyak membantai  warga sipil di desa Lawagede (sekarang Kecamatan Barong Sari Karawang, Jawa Barat).

 Konflik internal 

Pemberontakan komunis Artikel utama: Insiden Madiun Pada tanggal 18 September 1948, Republik Soviet Indonesia diserang di Madiun oleh anggota PKI yang berusaha menjalankan  pusat pembangkangan terhadap kepemimpinan Sukarno Hatta dianggap sebagai budak Jepang dan Amerika. Pertarungan antara TNI dan PKI ini tetap dimenangkan oleh TNI dalam waktu beberapa minggu dan pemimpinnya Mousseau terbunuh. RM Suryo, Gubernur Jawa Timur saat itu, beberapa polisi dan tokoh agama tewas di tangan pemberontak. Kemenangan ini menghilangkan gangguan dari perjuangan revolusioner nasional, memperkuat simpati Amerika yang awalnya hanya berupa sentimen anti-kolonial, dan memberikan dukungan diplomatik. Di dunia internasional,  Republik Indonesia menegaskan posisi anti-komunisnya dan menjadi  sekutu potensial pada awal Perang Dingin antara Amerika Serikat dan blok Soviet.

Pemberontakan Darul Islam 

Negara Islam Indonesia Pemerintah berencana membubarkan Kelompok Gerilya Bersatu Sulawesi Selatan (KGSS) dan mengintegrasikan anggotanya  ke dalam masyarakat. Bahkan, Kahal Muzakkal meminta agar pasukan gerilya Sulawesi Selatan dan kekuatan gerilya lainnya dimasukkan ke dalam satu brigade di bawah kepemimpinannya yang disebut Brigade Hasanuddin.

Banyak dari mereka yang tidak memenuhi syarat untuk wajib militer, sehingga permohonan mereka ditolak. Kebijakan pemerintah adalah memasukkan mantan gerilyawan  ke dalam Korps Jadangan Nasional (CTN). Saat diangkat menjadi Pj Panglima Angkatan Darat dan Tetrium VII, Kahal Muzakkar dan para pendukungnya melarikan diri ke hutan dengan senjata lengkap dan menimbulkan kerusuhan. Kahal Muzakkar mengubah nama kesatuan tersebut menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakannya sebagai bagian dari DI/TII Kartswiryo pada tanggal 7 Agustus 1953.

TNI awalnya tidak bereaksi karena fokus melawan invasi Belanda. Namun setelah penyatuan seluruh wilayah pada tahun 1950,  pemerintah Republik Indonesia mulai memandang Darul Islam sebagai ancaman, terutama setelah beberapa provinsi lain menyatakan keikutsertaannya dalam Darul Islam. Perlawanan ini berhasil diredam setelah tahun 1962, dan pada tanggal 3 Februari 1965, Kahal Muzakkar tewas ditembak dalam baku tembak oleh pasukan TNI.