Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Renovasi Ka’bah dan Keputusan Peletakan Hajar Aswad

Peristiwa renovasi ka’bah

Ruang Kelas - Peristiwa renovasi ka’bah dan peletakan Hajar Aswad terjadi Ketika Nabi Muhammad Saw berusia 35 tahun, terjadi banjir bandang yang merobohkan dingding ka’bah. Sebelumnya, bangunan Ka’bah mengalami kerusakan karena kebakaran. Kabilah Quraisy merasa perlu untuk membangun kembali ka’bah. Mereka memutuskan dana pembangunan tersebut harus berasal dari harta-harta yang baik. Mereka melarang memasukan harta hasil perzinahan, riba, atau lezaliman terhadap seseorang.

Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri dalam buku Sirah Nabi menjelakan bahwa unuk membangun kembali ka’bah, mereka harus membongkarnya terlebih dahulu. Mereka khawatir akan mendapat kemurkaan dari Allah apabila harus membongkarnya meski bertujuan renovasi. Maka Walid ibn Al-Mughirah berkata “sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan orang-orang yang berbuat kebaikan.” Mulaikah Al-Walid melakukan pembongkaran, kemudian disusul yang lainnya hingga tahap pembongkaran sampai pada fondasi-fondasi yang dibangun Nabi Ibrahim a.s

Mulailah orang-orang melakukan renovasi masing-masing. Para pembesar kabilah membawa bebatuan di pundak mereka. Bersama pamannya Al-Abbas Rasulullah Saw. termasuk salah seorang yang ikut mengangkat bebatuan. Sedangkan urusan pembangunan diserahkan kepada seorang arsitek berkebangsaan Romawi bernama Baqum. Tak terasa orang-orang Quraisy mengalami kekuarangan biaya pembangunan untuk menyempurnakan fondasi-fondasi yang dibangun Nabi Ibrahim. Akhirnya mereka sepakat untuk menyisakan enam hasta di digding bagian utara. Mereka kemudian membangun dingding sederhana sebagai tanda bahwa dingding tersebut adalah bagain dari Ka’bah. Bagian ini dikenal dengan nama Hijir Isma’il atau Al-Hathim.

Peletakan Hajar Aswad

Ketika pembangunan sampai pada bagian Hajar Aswad setiap pembesar kabilah berkeinginan untuk mendapatkan kehormatan meletakan Hajar Aswad pada tempatnya. Terjadilah pertengkaran dan perselisihan di antara mereka. Pertengkaran itu berlangsung terus selama 4-5 hari dan hamper saja memicu perteumpahan darah dai Tanah Suci. Akan tetapi, Abu Umayyah ibn Al-Mughirah Al-Mikzami tampil penuh bijaksana dan mengusulkan agar oaring yang berhak meletakan Hajar Aswad adalah orang perama diantara mereka yang masuk ka’bah dari pintu masjid (pintu bani Syaibah). Merekapun menerima dan menyepakati usulah tersebut.

Takdir Allah Swt. menetapkan bahwa orang pertama yang masuk ka’bah berdasarkan keputusan sebelumnya adalah Nabi Muhammad Saw. ketika orang-orang melihat beliau, mereka berbisik-bisik dan berkata, “inilah Al-Amin (orang yang terpercaya), kami ridha kepadanya. Inlah Muhammad.” Muhammad Saw. menghampiri mereka yang kemudian mengabarkan kepada beliau dengan suatu Informasi. Nabi Muhammad mengambil sehelai kain (selendang atau sebaran, penerj). Kemudian meletakan Hajar Aswad di tengah-tengah kain tersebut, lalu meminta kepada pemuka kabilah agar masing-masing memegang ujung kain untuk kemudian mengangkit batu itu secara bersama-sama.

Ketika Hajar Aswad telah mendekati tempatnya, Nabi Muhammad Saw. mengambil batu tersebut, lalu meletakan pada tempatnya. Inilah sebuah solusi bijaksana yang disepakati semua orang.

Ketinggian Hajar Aswad dari tempat berpijak mencapai sekitar 1,5 meter. Semntara untuk pintu Ka’bah, oarang-oarang Quraisy meninggalkannya sampai sekitar 2 meter, sehingga tidak sembarang orang bisa memasukinya, keculai orang yang berkepentingan. Adapun dingdingnya, mereka meninggikannya sekitar 18 hasta. Sebelumnya, didngding ka’bah 9 hasta tingginya. Mereka juga memancangkan 6 tiang di dalam ka’abh dalam 2 barisan. Kemudian membuatkan atapnya dengan ketinggian 15 hasta, yang sebelumnya ka’bah tidak memiliki atap atau tiang pancang.

Penulis  : Hermawan Arisusanto, S. Hum
Editor    : Aris