Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

5 Peristiwa Penculikan dan Proklamasi Versi Buku Api Sejarah

5 Peristiwa Penculikan dan Proklamasi Versi Buku Api Sejarah

Ruang Kelas - Sejarah nasional Indonesia memberikan cerita yang sangat menarik, kalau kita teringat masa sebelum proklamasi ada sebuah peristiwa Penculikan. Tentu, penculikan tersebut merupkan awalmula sebelum proklamasi kemerdekan dibacakan oleh Soekarno. Peristiwa penculikan Soekarno Hatta yang di lakukan oleh kaum muda supaya mendesak kaum tua yaitu Soekarno dan Hatta supaya mengsegerakan Proklamasi kemerdekan bangsa Indonesia.

Pada buku Api Sejarah karangan Prof.  Ahmad Mansur Suryanegara pada jilid ke-2 sangat menarik ada 5 versi cerita mengenai penculikan dan proklamsi kemerdekan Indonesia. Peristiwa Penculikan dan Proklamasi, setelah Proklamasi kemerdekan 17 Agustus 1945, timbul lima versi penulisan.

Versi Pertama 

Omer Bahsan, 1955. Tjatatan Ringkas Tentang: Peta (‘Pembela Tanah Air’) dan Peristiwa Rengasdengklok. Diterbitkan oleh NV melati Bandung. Berisikan kebiasaan pembagian ugas Antara Tentara Pembela Tanah Air –Peta di Rengasdengklok. Penjagaan atas bung Karno, Bung Hatta dan ibu Fatmawati, serta Hoentoer di serahkan kepada Syodanch Affan. Pertentangan pandangan antar Oemar Bahsah dengan dr. Tjipto. Kedatangan Boeng Karno dan Boeng Hatta disebut terikan prajurit dengan: hidup Boeng Karno dan Boeng Hatta. Indonesia sudah Merdeka dan Jepang sudah mati.

Kedua pimpinan diculik bersama Iboe Fatmawati serta Geountoer, ditempatkan di rumah I Song. Di buku ini, tidak terdapat keterangan adanya perundingan tentang rencana Proklamasi antar Boung Karno dan Boeng Hatta dengan Soekarni Oemar Bahsan dan Dr. Tjpto. Hanya di jelaskan rencana prmberontakan besar terhadap Jepang di Jakarta akan di mulai dari Rengasdengklok.

Sementara isinya yang akan dikonter oleh Kasman Singodimedjo, 1982, dalam Hidup itu Berujung 75 Kasman Singodimerdjo. Menoleak tuduhan Oemar Bahsa bahwa Kasman Singodimedjo sebagai Dandancho bersikap sehidup semati. Dengan Djepang, walaupun sudah mendengar bahwa Jepang sudah menyerah kepada Sekoetoe. 

Padahal di Bandung, di hadpan 20 Daidancho, Mr. Kasman Singodimedjo mengajak untuk tidak mennyerahkan senjata kepada Balad tentara Djepang. Bagi yang akan menghalangi akan ditembak oleh Mr. Kasman Singodimedj. Dalam perjalannya dari Bandung ke Jakarta, singgah ke Purwakarta, menginstuksikan agar tidak menyerakhan senjata kepada balad tentara Djepang.

Versi Kedua

Chindy Adams, 1965. Sukarno, An Autobiogra phy Told To Cindiy Adams dierbitkan oleh The Bobbs Merrill Co. Inc. Diterjemahkan dalam Bahasa Jepang, Cina, dan Negara-negara Asia Afrika. Dalam Bahasa Indonesia diterbitkan oleh PT. Gunung agung, 1966, menjadi Bung Karno Penyembung Lidah Rakyat.

Dalam masalah penculikan, Boeng KArno melontarkan keritik kerasnya kepada Soetan Syahir yang tidak mau terus terang dalam berjuang untuk Republik Indonesia. Sekaligus mengingatkan sikap Soekarni yang diperintah oleh Wikana, tidak memahami masalah Proklamasi dengan Indonesia yang terancam Jepang dan Sekutu, Juga menuturkan di Rengasdengklok, tidak menjadi pembicaraan tentang Proklamasi, ditempatkan rumah yang ada babinya. Boeng Karno tidak mau didikte pemuda agar Proklamasi pada tengah malam

Boeng Karno menuturkan bahwa sejak dari Saigon, sudah merencanakan Proklamasi pada 17 Agustus 1945 katena yakin angka 17 merupakan angka keramat. Al-Quran di turunkan pada tanggal 17 Ramadhan, shalat seharinya terdiri 17 Rakaat, dan dipilhkan dihari yang mulia, Jumat Legi. 

Versi Ketiga

Adam Malik, 1970, Riwayat Proklamasi Agustus 1945, diterbitkan Widjaya, Djakarta. Berisikan koreksi penuturan Bung Karno kepada Cindi Admas. Walaupun Adam Malik tidak ikut pada proses penculikan ke Rengasdengklok, tetapi dikisahkan sikap heroiknya Soekarni. Berujung proklamasi bukan hadiah dari Jepang.

Selain itu, Adam Malik dari Partai Murba, menuturkan bahwa Proklamasi Agustus 1945, merupakan kerja keras kaum Murba di bawah pimpinan Tan Malaka yang dikenal sebagai komunis nasional. Oleh karena itu, judul bukunya, Proklamasi tidak disebut dengan 17 Agustus 1945. Melainkan hanya Proklamasi Agustus 1945.

Versi Keempat

Muhammad Hatta, 1970. Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. Penerbit Tintamas, Djakarta. Menuturkan Bung Karno menolak pasukan Wikana agar malam itu segera memproklamasikan kemerdekan Indonesia. Dengan menyerahkan lehernya, sambil menyatakan, “ini leher saja, seretlah kepodik itu, dan sudahilah njawa saja mala mini djuga, djangan menunggu sampai besok.”

Boeng Hatta juga menuturkan tentang sikap ketakutan Soekarni yang berlebihan dalam perjalanan ke Jakarta setelah datangnya Mr. Acmad Soebardjo. Karena itu, penculikan Boeng Karno, Boeng Hatta, Fatmawati dan Goentoer oleh Boeng Hatta disebutnya sebgai “Fantasi Revolusi dan Rengasdengklok”ndari kalangan pemuda yang dipimpin oleh Wikana.

Selain itu, Boeng Hatta juga menyetakan penculikan ke Rengasdengklok sebahai kebangkrutan politik yang dilaksanakan tanpa perhitngan dan berdasarkan sentiment belaka. Terutama sekali ini tulisan Boeng Hatta, Koreksi Besar terhadap tulisan Adam Malik yang tidak ikut dalam peristiwa penculikan Rengasdengklok.

Versi Kelima

Mohamad Rome, 1970. Penjulikan, Proklamasi, dan Penilaian Sdjarah. Penerbit “Hudaya” Djakarta dan “Ramadhani” Semarang, merupakan rangkuman tulisan Cindi Adams, Muhammad Hatta, dan Mr. Kasman Singodimedjo serta Mr. Achmad Soebardjo memberikan koreksi terhadap tulisan George Mc Turnam Kahin tidak membenarkan tentang pengaruh Jepang komunis terhadap pemuda Indonesia.

Selain itu, Mihamad Roem mengangkat dokumen No. 111721 CRVO yang memuat perbedaan pendpat mengenai perizinan membacakan Proklamasi kemerdekan 17 Agustus 1954, Antara Laksamana Maeda dan Jendral Nisihmura.

Peristiwa Rengasdengklok ternyata tanpa memerlukan desire test – tes kemauan, telah muncul sendiri dipermukaan kemauan kelompok kiri dan Tentara Pembela Tanah Air – Peta dari kelompok Soekarni yang terpengaruh Wikana dan Soeltan Sjahrir. Maka menjadi pengimbang kekuatan Ulama sebagai Daidancho Tentara Peta. 

Sekaligus terbaca pula kekuatan pemuda aliran komunis nasional – Wikana dan sosialis  - Soeltan Sjahrir yang merencanakan pmberontakan dengan menggunakan Tentara Pembela Tanah Air – Peta dan Heiho, tetapi tanpa perhitungan hanya berdasarkan senimen belaka yang bersebrangan dengan dasar perencanaan para Proklamator. Perbedaan cara dan kepentingan itu, pada saat itu hanya melahirkan keterangan urut syaraf dan berdampak penundaan penyususnan teks proklamasi.

Problem penculikan terakhir katena kehadiran Mr. Acmad Soebardjo dan Kaigun – Angkatan laut dan sbagai penasehat dari Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia, Menjemput Boung Karno Bong Hatta dan Iboe Fatmawati, serta Goentore, kemblai ke Jakarta.