Pristiwa Perlawanan PETA Terhadap Jepang
Pristiwa Perlawanan Tentara Pembela Tanah Air Terhadap Pemerintah Jepang
Abstrak
Ruang Kelas - Pristiwa perlawanan PETA (Tentara Pembela Tanah Air) terhadap Jepang. Konsep perlawanan sebagaimana yang dikemukakan Weber merupakan kemampuan orang atau kelompok atau memaksakan kehendaknya pada pihak lain walaupun ada penolakan melelui perlawnan. Perlawnan akan di lakukan oleh kelompok masyarakat atau individu yang merasa tertindas, frustas, dan hadirnya situasi ketidak adilan ditengah-tengah mereka. Jika ketidakadilan dan rasa frustasi ini mencapai ini mencapai puncaknya, akan menimbulkan (apa yang disebut sebagai) gerakan social movement, yang akan mengakibatkan terjadinya mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi social, politik dan ekonomi menjadi kondisi yang berbeda dari dengan yang sebenernya. Sccot mendefinisikan perlawanan sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh kaum atau kelompok subordint yang ditunjukan untuk mengurangi atau menolak klaim (misalnya harga sewa atau pajak) yang di buat oleh pihak atau kelompok superdinat terhadap mereka. Dari definisi perawanan tersebut bahwa terbentuknya Tentra Pembela Tanah Air – Peta yang didirikan oleh pemerintah Jepang untuk melancarkan jajahannya di Indonesia. Dengan terbentuknya Tentara Pembela Tanah Air – Peta sebagai dukungan perlawan terbahap orang-orang barat.
Rencana Jepang mengenai Peta, sejak semula orang Jepang tidak nampak mempunyai rencana yang jelas bagai mana mereka menggunakan Peta untuk mngisi kekurangan manpower-nya. Ketidak pastian ini ada hubungannya dengan persoalan dapet tidaknya Peta akan digunakan untuk meyegap pendaratan Serikat dari Australia. Daidan-daidan yang mula-mula yang kebanyakan di tetapkan di pantai selatan Jawa. Tetapi kemudian, orang Jepang berkesimpulan bahwa serangan balasan dari Australia tidak akan di lancarkan dan bahwa angkatan perang Amerikia langsung menuju Jepang menuju wilayah Pasifik melalui wilayah Papua Nugini dan Iran. Hal itu menyebabkan orang Jepang di Jawa memindahkan titik berat pertahanannya ke pantai utara Jawa yang brpusat di Jawa Timur. Mereka menduga bahwa sasaran suatu serbuan Serikat terhadap Indonesia akan diarahkan kepada lading-ladang minyak di Kalimantan TImur dan dari sana mereka dengan mudah membelok ke selatan untuk merebut Jawa. Setidak-tidaknya itu rute yang di tempuh Jepang sendiri ketika mereka menaklukan Jawa. Akhirnya, pangkalan mundur tentara Jepang diletakan pada daerah pegunungan Jawa Barat seperti juga yang telah dilakukan oleh orang Belanda mencoba menangkis invansi Jepang.[1]
Setelah kedatangan Jepang ke Indonesia menbawa anggin baru bagi rakyat Indonesia. Dengan sistem propaganda yang di lakukan oleh Jepang kepada rakyat Indonesia sehingga mendapatkan harapan baru bagi bangsa Indonesia setelah lama ada dalam Imperialisme Belanda. Kedatangan jepang ke Indonesia secara tidak langsung membangkitkan rasa Nasionalisme kepada masyarakt Indonesa. Organisasi Pembela Tanah Air yang di bentuk oleh Jepang untuk membatu Perang Asia Timur Raya untuk melawan para penjajah Barat.
Perang Asia Timur Raya yang memakan dana yang sanat cukup besar, tidak mungkin Baladtentara Djepang dalam membangun tentara pribumi dengan biaya yang sangat besar dibebankan kepada kekaisaran Shino Djepang sendiri. Untuk mengalihkan tantangan jawabnya, Baladtentara Djepang mengondisikan pembentukan Tentara Pribumi sebagai tautan ulama dan di beri nama organisasi kesenjatannya tidak seperti membantu Baladtentara Djepang dalam menghadapi perangnya. Melinkan membela tanah air sendiri sehingga diberi nama Tentara Pembela Tanah Air – Peta.[2]
Akan tetapi keterangan-keterangan pihak Jepang mengenai Peranan Peta dalm berbagai rencana mengenai pertahanan Jawa. Tidak konsisten rupa-rupanya mereka bermula bermaksud menggunakan Peta sebagai “mangsa” bagi pasukan-pasukan pendarat Serikat. Sedangkan pasukan Jepang akan dipusatkan di daerah Pulau Jawa. Tetapi didalam rencana-rencana kemudian Peta tidak diikutsertakan di dalam oprasi-oprasi militer yang sesungguhnya. Mereka hanya akan di gunakan untuk tugas kawal, membangun kubu-kubu dan pengawasan bahaya udara di sepanjang pantai. Namun dalam suatu dokumen tentara Jepang yang lin dinyatakan bahwa “(….pimpinan kami dalam memperkembangkan kemmpuan tempur taktis mereka untuki menghancurkan angkatan dan melancarkan geriya, mengarahkan mereka kepada kesanggupan menanggulangioprasi mobil oleh satuan-satuan mekanisasi yang dilakukan di Pulau Jawa apabila pasukan serikat mendarat….”) hal itu menimbulkan bahwa dugaan bagi tentara Peta dirancang suatu peranan tempur, paling tidak tidak lebih dari pada daripada tugas kawal.[3]
Terbentuknya Pembela Tanah Air setiap lapisan di Jawa harus membatu sekuat tenaga pembentukan tentara untuk membela tanah air dengan keyakinan bahwa kemenangan atau kekalahan dalam perang ini akan menentukan bangkit atau hancurnya atau seruruh rakyat Asia.[4] Pada dasarnya terbentuknya Tntara Pembela Tanah Airt – Peta untuk mencapainya Indonesia merdeka, tidak mungkin suatu Negara untuk mencapei kemerdekan tidak mempunyai militer yang handal untuk berperang.
Setiap penjajah dalam upaya mempertahankan eksistensinya, selalu membangun tentara pribumi. Termasuk pada masa VOC di Indonesia, dan EIC di India. Artinya membngun tentara yang di angkat dari rakyat jajahannya. Demikian juga pada masa pendudukan Balantetara Djepang berusaha untuk memperkuat pertahannya menghadapi serangan balik Sekoeote dengan membangun tentara pribumui. Menurut Nugroho Natosusanto, sebelum pembentukan tentara pribumi, untuk di tugaskan kepada colonel Susumu Nisura mempelajari terlebih dahulu bagaimana Prancis menggunakan Tentara Pribumi bangsa Maroko dalam mempertahankan jajahanya.[5]
Pada tahun 1943 merupakan terbentuknya Tentara Pembela Tanah Air – Peta untuk membela tanah air. Terbentuknya Tentara Pembela Tanah Air – Pera di akibatkan kekalahan Baladtentara Jepang mulai menderita kekalahan akibat serangan balik akibat serangan balik Tentara Sekutu dan lagi Tentara Jepang yang terbagi seruruh wilayah Pasifik. Dengan kekalahn ini Pemerintah Militer Jepang adanya, dengan di resmikan Osamu Seinen No. 44, 3 Oktober 1943 mengenai pembentukan Tentara Pembela Tanah Air – Peta untuk membela Tanah Jawa,[6]dari serangan Tentara Sekutu.
Pada tahun 1943 dan 1944 dalam pempertahankan perang Asia Timur Raya, mobilitas rakyat semua hanya diarahkan agar mendukung Tentara Peta yang di bangun 3 Oktober 1943. Kemudian diubah menjadi kekuatan rakyat yang akan mengangkat Tentara Jepang dari keterjepitannya dari kepungan Sekutu. Tentara Jepang sangat sadar perang menciptakan kondisi tidak pasti, maka pada tahun 1944 Tentara Pembela Tanah Air – Peta diprioritaskan untuk mempertahankan tanah Jawa dari Tentara Sekutu, sebelum tahun 1945 Tentara Pembela Tanah Air – Peta memberontak terhadap Pemerintahan Jepang.
Dari pemaparan di atas bahwa setiap penjajah membentuk tetntara pribumi untuk mepertahankan kejayannya, sehingga Pembala Tanah Air – Peta merupakan pelapis kekuatan bagai tentara Jepang. pemberontakan yang di lakukan oleh Tentara Pribumi dengan menggunakan strategi dengan teknik dan seni Jepang. sehingga melancarkan pemberontakan. Dalam Buku Api Sejarah Jilid II dijelaskan bahwa rencana pemberontakan tersebut, di matangkan oleh kondisi perut yang lapar, membuat buruknya kondisi politik. Kondisi perut yang lapar karan tidak bisa di bentuk oleh janji politik tanpa kepastian langsung sehingga bisa di analisis pemberontakan para pemberla tanah air ini bisa merujuk pada Gerakan Protes social yang di lakukan oleh Pesantren Sukaman Tasik Malaya pada tahun 1944, kemudian di susul oleh Pemberontakan Peta Cilacap pada 21 April 1945, kemudian pada tanggal 4 Mei 1954 di Bandung Selatan.
Dalam orientasi Pelawanan Tentara Pembela Tanah Air – Peta untuk membela memerdekan Indonesia dengan perlawan-perlawanan terhadap Perang Asia Timur Raya pada tahun 1943-1945. Pada tahun 1944-1945 tidak hanya terfokus pada tugas-tugas yang diberikan oleh Militer Jepang untuk menjaga wilayah Jawa dari kedatangan Sekutu tapi Tentara Pembela Tanag Air – Peta mulai melancarkan perlawanan-perlawanan terhadap Pemerintah Militer Japang. kekalahan Jepang di Pasifik dilihat dari pertempuran di laut Kola yang melatar belakangi terbentuknya Organisasi Pembela Tanah Air - Peta
PEMBAHASAN
A. Invansi dan Kedudukan Jepang di Indonesia
Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Tambelang tidak menghendaki melawan beberapa kecamatan sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.
Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pengeboman Jepang tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.
Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.[7]
Kedatang Jepang di Indonesia, pada tanggal 8 Maret 1942, Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (Gubernur Jenderal Belanda), Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima tentara Hindia Belanda), serta pejabat tinggi militer dan seorang penerjemah pergi ke Kalijati. Dari pihak Jepang hadir Letnan Jenderal Imamura. Dalam pertemuan itu, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian, secara resmi masa penjajahan Belanda di Indonesia berakhir. Jepang berkuasa di Indonesia. Bukan kemerdekaan dan kesejahteraan yang didapat bangsa Indonesia. Situasi penjajahan tidak berubah. Hanya kini yang menjajah Indonesia adalah Jepang.
Suatu pemahaman umum dibenak kita bahwasanya Indonesia sebagai bangsa pernah memiliki pengalaman sejarah berada di bawah kependudukan militer Jepang. Semboyan fasisme yang digaungkan Jepang sebagai pemimpin kebangkitan bangsa asia menjadi propaganda ampuh yang mengiringi kehadiran militer Jepang di kawasan selatan sebagai misi pembebasan dalam semangat asianisme-nya. Faktanya saat itu, satu-satunya bangsa di asia yang mampu bersaing dengan bangsa barat[8] khususnya dalam hal kekuatan militer hanyalah Jepang.
Melalui modernisasi Jepang (termasuk salah satunya peningkatan kualitas militernya), Jepang menjelma menjadi satu negara ekspasionis di asia. Sejarah mencatat bahwa masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942 – 1945) merupakan priode yang penting dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia menuju negara bangsa yang merdeka. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya kedatangan Jepang ke Indonesia dan keberhasilan tentara Jepang mengusir tanpa syarat Belanda dari Hindia Belanda (Indonesia) meningkatkan harapan rakyat Indonesia akan suatu cita-cita kemerdekaan dan sekaligus memberikan semangat baru bagi aspirasi-aspirasi kaum nasionalis[9] yang pada masa kolonial Belanda berada dalam pengasingan.
Kedatangan Jepang ke Indonesia bukanlah tanpa sebab. Sebelum Perang Pasifik pecah[10], Jepang telah mengirimkan peneliti militer (angkatan laut/kaigun dan angkatan darat/rikugun) untuk melakukan penelitian terhadap potensi alam (terutama sekali minyak yang sangat dibutuhkan dalam perang)[11] ang ada di daerah selatan, termasuk Indonesia.
Dengan alasan inilah untuk pertama kalinya, militer Jepang mendarat di Pulau Tarakan, Kalimantan Timur pada 11 Januari 1942 dan keesokan harinya pasukan Belanda yang berada di sana dapat ditaklukan Jepang. Selanjutnya Jepang berhasil menduduki Balikpapan yang juga merupakan salah satu daerah sumber minyak Kalimantan Timur pada 23 Januari 1942. Pada 14 Februari 1945, Palembang diserang oleh Jepang dan selang dua hari kemudian pada tanggal 16 Februari Sungaigerong dan Plaju berada dibawah pendudukan militer Jepang. Kesemua daerah-daerah yang pertama berhasil diduduki oleh militer Jepang merupakan daerah-daerah penghasil sumber minyak potensial di Indonesia.[12]
Pertanyaan mendasar yang hadir dibenak kita ketika berbicara sejarah pendudukan Jepang di Indonesia adalah apa yang menyebabkan Jepang menjadi negara paling gila perang saat itu? Sifat ekspansionis Jepang ini melebihi sifat dan keadaan Jepang yang sebelumnya. Bahkan dapat disimpulkan bahwa Jepang benar-benar telah mempersiapkan segalanya untuk memulai perang.
Jawaban sederhana yang penulis dapat sampaikan dan bersifat tentatif adalah karena Jepang memiliki semangat modernisasi yang cepat. Secara historis, pada pemerintahan Kaisar Matsuhito (Kaisar Meiji), Jepang mengalami kemajuan sangat pesat di segala bidang. Keinginan Jepang sebagai bangsa Asia untuk dapat melebihi atau setidaknya sejajar dengan bangsa barat menjadi sebuah kenyataan pada masa ini. Sementara itu, dibidang politik, kebangkitan rasa nasionalisme Jepang menjadi semakin kuat dan erat hingga pada kesatuan dan persatuan yang kokoh diantara seluruh rakyat Jepang. Disamping kemajuan secara politik, kemajuan ekonomi dan peningkatan kekuatan militer turut menunjang usaha Jepang untuk menjadi salah satu bangsa yang unggul. Demikianlah dalam sepuluh tahun pertama pemerintahan Kaisar Meiji yang mampu menghantarkan Jepang kepada masa-masa paling menakjubkan yang pernah dirasakan oleh rakyat Jepang. Meskipun demikian, pulau-pulau yang berada di Jepang sangat minim barang tambang yang dibutuhkan bagi kemajuan industri Jepang terutama industri militernya.
Ditambah lagi dengan melonjaknya jumlah penduduk membuat Jepang mengalihkan pandangannya ke dunia selatan, yang bagi Jepang merupakan belahan bumi penghasil bahan mentah dan harus segera diperoleh. Yang dimaksud oleh Jepang kawasan selatan inilah, salah satunya merupakan Indonesia.
Sebenarnya sudah sejak Perang Dunia I, Jepang sangat tertarik kepada Indonesia. Hal ini disebabkan karena letak Indonesia yang sangat penting bila dipandang dari strategi dan politik. Selain itu, Indonesia menjadi sangat penting bagi Jepang karena memiliki bahan mentah (sebagaimana yang telah penulis jelaskan sebelumnya), seperti minyak, karet, timah, bauksit, nikel, mangan, dan lain-lain. Di samping keunggulan yang dimiliki oleh Indonesia itu, jumlah penduduk Indonesia menjadi perhitungan lain bagi Jepang untuk menduduki Indonesia. Dengan pecahnya perang Pasifik, yang dimulai dengan serangan Jepang ke pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour di Kepulauan Hawaii, pada tanggal 8 Desember 1941 (7 Desember waktu Amerika Serikat), maka di sinilah point terpenting pergerakan militer Jepang secara agresif ke selatan termasuk Hindia-Belanda (Indonesia). Dalam waktu singkat kawasan Asia Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik jatuh dalam pertempuran hebat. Di Indonesia sendiri, Jepang berhasil mengalahkan Belanda tanpa syarat dalam dua pertempuran yakni, pertempuran Laut Makassar dan petempuran Laut Jawa. Dan pada 8 Maret 1942 (seperti ulasan sebelumnnya), Belanda menyerah tanpa syarat dan harus segera meninggalkan Indonesia. Dan sejak itulah kemudian Indonesia berada dalam pendudukan militer Jepang.
B. Pembentukan Pembentukan Tentara PETA
Sebagaimana yang penulis telah paparkan sebelumnya, keterlibatan Jepang dalam Perang Pasifik membutuhkan sumber daya perang dalam jumlah yang massif. Baik itu sumber daya bahan mentah yang berasal dari alam (berupa minyak, maupun barang tambang lain yang diperlukan oleh industri tempurnya) maupun sumber daya manusia yang akan dijadikan tentara dalam pertempuran dan dalam pertahanan wilayah. Oleh karena alasan inilah, kemudian Jepang memberikan perhatian khusus terhadap Indonesia, mengingat Indonesia dalam posisi yang sangat strategis dan potensial.
Joyce C. Lebra mencatat bahwa menjelang perang landasan-landasan dasar bagi pemerintahan militer Jepang ditentukan bersama oleh Angkatan Laut dan Angkatan Darat pada tanggal 28 November 1941, mencakup tiga hal:
1. Pemulihan ketertiban umum;
2. Sumber-sumber pertahanan harus cepat dikuasai; dan
3. Operasi-operasi madiri di lapangan. [13]
Lebih lanjut lagi, sebuah dokumen berjudul “Saran-saran mengenai status masa depan Jawa” yang terbit dengan judul : “Komandan Kelompok Osamu”, menyatakan bahwa otonomi akan diberikan kepada Indonesia pada waktu dekat karena [14]:
1. Bangsa Indonesia bersahabat dan mengharapkan bantuan Jepang;
2. Ada bahaya ketidakpuasan mengenai soal-soal materiil;
3. Perlu merebut hati penduduk untuk lebih mengembangkan sumber-sumber;
4. Jumlah orang Jepang lebih dari separuh jumlah penduduk Asia Tenggara yang diduduki dan keinginan-keinginan mereka jangan diabaikan;
5. Jepang jangan membuat kesalahan yang dibuat bangsa Belanda dengan menganggap bangsa Indonesia adalah bangsa yang bodoh;
6. Pernyataan ini sebaiknya dibuat sekarang juga, jangan sampai terlambat, hingga saat Inggris dan Amerika melakukan serangan-serangan pembalasan .
Di sinilah letak pertemuan dua kepentingan yang searah jarum jam antara Indonesia dan Jepang, sebagaimana yang ditulis oleh Sagimun M.D [15]:
“Jepang sangat membutuhkan tenaga bangsa Indonesia untuk membantu tentara Jepang mempertahankan Indonesia dari serangan sekutu. Sedangkan di pihak Indonesia membutuhkan tenaga-tenaga yang terampil di bidang kemiliteran yang kelak dapat dipergunakan untuk merebut dan mempertahankan Indonesia merdeka, yang sudah sangat didambakan oleh rakyat Indonesia”.
Sehingga pada tanggal 3 Oktober 1943, Letnan Jenderal Kumachiki Harada sebagai Panglima Tentara Keenam Belas, mengeluarkan sesebuah peraturan yang terkenal dengan nama Osamu Seire no. 44 tentang Pembentukan Pasukan Sukarela untuk membela Tanah Air, yang kemudian dikenal sebagai Tentara PETA (Pembela Tanah Air)[16]. Hal ini dapat terwujud karena salah satunya merupakan hasil dari permohonan Gatot Mangkupraja[17]kepada pasukan Jepang pada tanggal 7 September 1943. Selain itu sebuah usulan lain juga melatarbelakangi pembentukan PETA adalah usulan dari Tokyo. Usulan ini dibuat oleh Kolonel Nishiura Susumu, yang juga ditujukan untuk penambahan kekuatan perang Jepang di Asia Tenggara. Seiring dengan itu, Markas Besar Umum Kekaisaran memerintahkan kepada Tentara Selatanuntuk membentuk badan-badan pribumi yang dipersenjatai.[18]
Maka dengan demikian, Jepang mulai membentuk PETA menseleksi calon-calon tentara PETA. Pada prinsipnya, tentara PETA berbeda dengan tentara Heiho. Tentara PETAbinaan Jepang tidak dipersiapkan untuk dikirim ke luar Jawa bahkan ke luar Indonesia di baris terdepan pertempuran sebagaimana Pasukan Heiho. Dapat dikatakan, pembentukan tentara PETA secara khusus ditempatkan untuk membela dan mempertahankan daerahdaerah keresidenan dimana PETAdiadakan ketika adanya serangan. Jadi jelas bahwa hal-hal yang melatar belakangi pembentukan PETA diakibatkan oleh suatu hubungan yang saling berkepentingan di dalamanya, yakni antara kepentingan perang Jepang dan kepentingan mempertahankan daerah-daerah pendudukan Jepang dengan kepentingan bangsa Indonesia untuk memulai membangun keterampilan militer yang diwujudkan secara konkret dalam suatu keorganisasian militer yang terlatih. Hal ini disampaikan oleh Bung Hatta dalam pidatonya di lapangan Ikada pada 3 November 1943[19]:
“Saudara-saudara, Osamu Seirei no. 44 membukakan kesempatan bagi kita, rakyat Indonesia di Pulau Jawa, untuk mendapatkan latihan militer berangsurangsur, untuk didik semangat keprajuritan. Dengan sukarela hendaknya kita masuk ke dalam latihan itu guna pembelaan tanah air kita. Saudara-saudara janganlah engakau mengira kita dijadikan barisan pembela tanah air untuk kepentingan !ippon. Dugaan seperti itu salah belaka. Tinjaulah soal barisan sukarela ini dari jurusan keprajuritan akan pembelaan tanah air kita oleh puteraputeranya sendiri. Sebab itu, marilah kita bersiap mengerjakan kewajiban kita sebagai putera bangsa”
C. Perlawanan Tenta Pembela Tanah Air Terhadap Pemerintah Jepang
Tentara PETA atau lebih jelasnya Pasukan Sukarela Pembela Tanah Air (Jawa Kiodo Bo Ei Giyugun), merupakan tentara yang dilatih langsung oleh militer Jepang. Berdirinya PETA tidak terlepas dari keberadaan tentara-tentara Jepang yang bersimpatik terhadap Indonesia dan bersedia melatih kaum pribumi untuk memiliki kecakapan dan keterampilan militer. Pembentukan dan latihan PETA serta beberapa kelompok semi-militer lainnya ternyata mampu memberi semangat terhadap aspirasi-aspirasi ke Indonesiaan. Beberapa ribu pemuda yang dilatih oleh Jepang itu ternyata memiliki potensi untuk meledak, bila melihat dari segi iklim politik di Jawa pada tahun-tahun menjelang kemerdekaan. PETA memiliki potensi untuk membuat revolusi menjadi kenyataan dan tentara Jepanglah yang pertama kali menghadapinya dan kemudian ditujukan kepada pasukan Belanda yang datang kembali.
PETA yang sejatinya ditujukan untuk kepentingan tempur Jepang, berbalik menentang Jepang dan memperjuangkan semangat kemerdekaan Indonesia. Pemberontakan atau perlawanan tentara PETA yang cukup berati terhadap Jepang terjadi di Blitar, Jawa Timur. Hal yang juga mendukung pemberontakan ini terjadi adalah karena memburuknya perang yang berlangsung bagi Jepang. Untuk itu, selesai masa pendidikan, pertengahan bulan Mei 1944, semua anggota Daidan Blitar mendapat tugas untuk membangun kubu-kubu pertahan di luar kota untuk menjaga apabila sewaktu-waktu terjadi serangan dari sekutu. Dalam proses pembangunan kubu-kubu pertahan di Blitar ini, para tentara PETA bergaul dengan masyarakat disekitar tempat tugasnya. Dari sinilah mulai munculnya niat dari beberapa tentara PETA untuk melakukan perlawanan terbuka terhadap pasukan Jepang.
PETA yang semasa latihan dan pendidikan terisolir dari kehidupan masyarakat lainnya, melihat kenyataan pahit yang diterima oleh bangsa Indonesia yang diperlakukan sewenang-wenang. Sagimun M.D mencatat bahwa PETA Blitar yang memang mengenal daerah sekitar kota Blitar melihat dengan sendiri dan mendengar dari rakyat apa yang sebenarnya terjadi kepada rakyat. Mereka melihat langsung penderitaan rakyat akibat penindasan Jepang. Hal ini bertolak belakang dengan janji-janji dan propaganda Jepang akan kebagkitan sesama bangsa Asia, dan janji kemerdekaan dari penjajahan dan penindasan. Tidak hanya terhadap rakyat, perlakuan-perlakuan tidak yang sewenang-wenang pun diterima oleh perwira PETA oleh tentara Jepang sekalipun dari tentara dengan pangkat dan kedudukan terendah dibandingkan tentara PETA.
Semua keadaan ini membangkitkan rasa patriotik dalam diri tentara PETA Blitar yamng memang dididik dan dilatih sebagai pembela tanah airnya. Perlawanan PETA terhadap Jepang di Blitar merupakan perjuangan nyata PETA bagi cita-cita kemerdekaan 12 muda yang terkenal tenang dan religious .
Di dalam perencanaan perlawanan itu, terdapat beberapa anggota PETA lainnya, yakni : Muradi dan Suparjono (Shodancho), serta Sudarmo, Sunanto, dan Halir Mangkudidjaja (Budancho). Suprijadi dan Muradi memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk memilih bergabung atau tidak dalam pemberontakan tersebut. Bagi semua anggota PETA Blitar yang bergabung dalam pemberontakan malam itu, diperintahkan untuk tidak menembak sesama rekannya akan tetapi semua orang Jepang. Jumlah seluruh perwira dan anak buah yang memberontak adalah 360 orang[20].
Pemberontakan itu dimulai tanggal 14 Februari 1945, pukul 03.00 wib, dengan penembakan mortir ke arah Hotel Sakura yang biasa ditempati oleh perwira-perwira Jepang yang berada di Blitar. Markas Kenpeitai juga menjadi sasaran penyerangan. Akan tetapi, seperti yang dicatat oleh Joyce C. Lebra, kedua gedunng itu telah kosong dan ini berarti pemberontakan/perlawanan terhadap Jepang telah diketahui sebelumnya. Berdasarkan catatan sejarah, pemberontakan ini menjadi pencetus awal revolusi Indonesia atau perang kemerdekaan Indonesia 1945. meskipun pada akhirnya pemberontakan ini dapat diredam oleh pihak Jepang. Satu hal yang sangat menarik dari berlangsungnya pemberontakan ini, dimana salah satu budancho memerintahkan anak buahnya untuk menurunkan poster bertuliskan “Indonesia akan merdeka!” menggantinya dengan poster yang bertuliskan “Indonesia Sudah Merdeka!”.[21]Dan selama pemberontakan ini, telah dibunuh sekitar 25 orang perwira Jepang. Hal inilah yang terpenting dari sejarah perjalanan PETA dalam perjuangan kemerdekaan. Bahwasanya meskipun kebencian akan Jepang sangat tinggi, akan tetapi nehnya perlawanan secara nasional tidak pernah terjadi. Penulis melihat betapa efektifnya propaganda Jepang dengan klaim asianismenya.
Satu lagi catatan sejarah yang sangat penting, yakni ketika Jepang kalah dalam Perang Pasifik, muncul insiden Rengasdengklok. Insiden ini diprakarsai oleh daidan Rengasdengklok dengan cara menculik dan menahan Soekarno dan Hatta serta dihadapkan pada tuntutan untuk memerdekaan Indonesia pada saat itu juga (16 Agustus 1945). Didalam kejadian Rengasdengklok itu juga terdapat peserta lainnya. Pemuda dan PETA mendapat dukungan dari kaum-kaum nasionalis terkemuka saat itu seperti Sjahrir, Wikana, Saleh, Sukarni, dan dr. Muwardi untuk menuntut Soekarno dan Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan RI. Peristiwa Rengasdengklok ini merupakan peristiwa penting yang pada akhirnya mempercepat kemerdekaan Indonesia.[22]
Akhirnya setelah berjuang cukup panjang, Indonesia berhasil memproklamirkan kemerdekaannya tepat pada 17 Agustus 1945. Dan setelah itu, PETA kemudian dilebur menjadi satu ke dalam BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang juga kemudian menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat). TKR menjadi tentara reguler antara bulan Januari 1946 dan Juni 1947. Urutan dari BKR ke TKR merupkan hal yang penting bagi kelompok perwira tentara PETA. Sampai tahun 1968 dan 1971 tiga per empat dari korps perwira di dalam tentara Indonesia berasal dari PETA[23]
SIMPULAN
1. Invansi dan kedudukan Jeapng di Indonesia.
Kedatang Jepang di Indonesia, pada tanggal 8 Maret 1942, Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (Gubernur Jenderal Belanda), Letnan Jenderal Ter Poorten (Panglima tentara Hindia Belanda), serta pejabat tinggi militer dan seorang penerjemah pergi ke Kalijati. Dari pihak Jepang hadir Letnan Jenderal Imamura. Dalam pertemuan itu, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian, secara resmi masa penjajahan Belanda di Indonesia berakhir. Jepang berkuasa di Indonesia. Bukan kemerdekaan dan kesejahteraan yang didapat bangsa Indonesia.
2. Pembentukan Tentara Pembela Tanah Air
Pada tanggal 3 Oktober 1943, Letnan Jenderal Kumachiki Harada sebagai Panglima Tentara Keenam Belas, mengeluarkan sesebuah peraturan yang terkenal dengan nama Osamu Seire no. 44 tentang Pembentukan Pasukan Sukarela untuk membela Tanah Air, yang kemudian dikenal sebagai Tentara PETA (Pembela Tanah Air). Hal ini dapat terwujud karena salah satunya merupakan hasil dari permohonan Gatot Mangkupraja kepada pasukan Jepang pada tanggal 7 September 1943. Selain itu sebuah usulan lain juga melatarbelakangi pembentukan PETA adalah usulan dari Tokyo.
3. Perlawanan Tentara Pembela Tanah Air Terhadap Jepang
Di dalam perencanaan perlawanan itu, terdapat beberapa anggota PETA lainnya, yakni : Muradi dan Suparjono (Shodancho), serta Sudarmo, Sunanto, dan Halir Mangkudidjaja (Budancho). Suprijadi dan Muradi memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk memilih bergabung atau tidak dalam pemberontakan tersebut. Bagi semua anggota PETA Blitar yang bergabung dalam pemberontakan malam itu, diperintahkan untuk tidak menembak sesama rekannya akan tetapi semua orang Jepang. Jumlah seluruh perwira dan anak buah yang memberontak adalah 360 orang
Daftar Pustaka
Domei, 2604, Foochow didododeki tentara kita, Koran Tjahaya, Tanggal Terbit Snin 8 Jagatsu 2604
Nugroho Natosusanto, 1979, Tentara Peta Pada Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia, Jakarta: PT Gremedia.
Purbo S. Suwando. DKK, 1996, Peta Tentara Sukarela Pembela Tanah Air Di Jawa Dan Sumatra 2942-1945, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Nina H. Lubis, Dkk, 2005, Peta Cikal-Bakal Tni, Bandung: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.
Ahmad Mansur Suryanegara, 1996 Pemberontakan Peta Di Cilenca Pangalengan Bandung Selatan, Jakarta: Yayasan Wira Patria Mandiri.
Ahmad Mansur Suryanegara, 2016 API Sejarah Jilid Ke 2, Bandug: Surya Dinasti.
Croibb Robert, 2012, Para Jago Dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-1949, Jakarta: Masup.
MD Sagimun, 1989, Peranan Pemuda dari sumpah pemuda ke proklamasi, Jakarta: PT bina Aksara.
Ayu Sutarto, Yhuda Triguna, Indriyanto, 2009, Sejarah Kebudayan Indonesia, Jakarta: PT Raja Garfindo Persada
Djojoadisuryo, Ahmad Subardjo. 1972. Lahirnya Republik Indonesia. Jakarta : PT Kinta.
Goto, Ken’ichi. 1998. Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
M.D, Sagimun. 1985. Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang. Jakarta : Inti Idayu Press.
Nagazumi, Akira. 1988. Pemberontakan Indonesia Di Masa Pendudukan Jepang. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
O.E. Enggelen. 1997. Lahirnya Satu Bangsa Dan Negara. Jakarta : UI Press.
Post, Peter and Elly Touwen-Boumsma. 1997. Japan, Indonesia, And The War. Leiden : KITLV Press.
Lebra, Joyce C. 1988. Tentara Gemblengan Jepang. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Suradinata, Ermaya dan Alex Dinuth. 2001. Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan nasional. Jakarta : Paradigma Cipta Yatsigama.
Utomo, Budi Cahya. 1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia. Semarang : IKIP Semarang Press.
________________________________________
[2] Ahmad Masnsur Suryanegara, 2016, Api Sejarah Jilid 2. Bandung: Suryadinasti, hlm. 47.
[3] Natosusanto Nugroho, Op.cit. hal. 113
[4] Ibid, hal. 75.
[5] Ahmad Mansur Suryanegara, Op.cit. hal. 56
[6] Ahmad Mansur Suryanegara, 1996, Pemberontakan Tentara PETA di Cileunca Pangalengan, Jakarta: Yayasan Wira Patri Mandiri. hal. 101
[7]http://historydahulu.blogspot.co.id/
[8]Barat yang dimaksudkan di dalam makalah ini merupakan Amerika Serikat, Inggris, Australia, Perancis, Belanda dan negara-negara penjajah lainnya yang telah lama menjajah kawasan selatan seperti Indonesia, Malaya, Singapura, Birma, bahkan India.
[9] Kaum nasionalis dalam pemaham kami di sini merupakan orang-orang yang menentang (non-koperatif) Belanda dan mengiginkan kemerdekaan dari penjajahan Belanda di Indonesia.
[10] Orang Jepang menyebutnya Dai Toa _o Senso (Perang Asia Timur Raya).
[11] Lihat Sagimun M.D. Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang. Jakarta : Inti Idayu Press.1985, hal. 22.
[12] Joyce C. Lebra. Tentara Gemblengan Jepang. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. 1988. Halaman : 98.
Sagimund M.D. Op.cit. Halaman : 22-23.
[13] Joyce C. Lebra. Op.cit, hal. 94.
[14]Ibid, hal . 97.
[15] Sagimun M.D. Op.cit, hal 40.
[16]Dr. H. Roeslan Abdulgani dalam PETA Tentara Sukareala Pembela Tanah Air. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. 1996, hal 20.
[17]Gatot Mangkupraja merupakan seorang pejuang nasionalis PNI yang bersama dengan Soekarno dipenjarakan
oleh Belanda. Lihat, Joyce C. Lebra. Op.cit, hal. 112-115. Lihat juga, Sagimund M.D. Op.cit. hal. 40.
[18]Joyce C. Lebra. Op.cit. hal. 116.
[19] Dr. H. Roeslan Abdulgani. Op.cit, hal. 22.
[20]Joyce C. Lebra. Op.cit, hal, 162.
[21] Ibid, hal. 160.
[22] Ibid, hal. 164.
[23] Ibid, hal. 166.
Editor : Aris