Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Metode Penelitian Sejarah: Historiografi (Penulisan Sejarah)


RuangKelas17 - Historiografi (Penulisan Sejarah). Perkataan sejarah mempunyai dua arti yang dapat membedakan sejarah dengan penulisan sejarah. Sejarah dalam arti objektif adalah kejadian sejarah yang sebenarnya, terjadi hnya sekali, dan bersifat unik (history of aktuality). Adapun sejarah dalam arti subjektif adalah gambaran atau cerita serta tulisan tentang kejadian (history as written atau historiografi). Historiografi adalah proses penyesuaian fakta sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam bentuk penulisan sejarah. Setelah melakasanakan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus mempertimbangan struktur dan gaya bahasa penulisan sejarah.

Pengertian Historiografi Sejarah

Dari sudut etimologis, historiografi berasal dari bahasaYunani, yaitu historia dan grafein. Historia berarti penyelidikan tentang gejala alam fisik (physical research), sedangkan grafein berarti gambaran, lukisan, tulisan atau uraian (discription). Dengan demikian, secara harfiah historiografi dapat diartikan sebagai uraian atau tulisan tentang hasil penelitian mengenai gejala alam.

Dalam perkembangannya, historiografi juga megalami perubahan karena para sejarawan mengacu kepada historia, sebagai usaha mengenai penelitian ilmiah yang cenderung menjurus pada tindakan manusia masa lalu. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa historiografi merupakan tingkatan lemamuan seni yangmelakukan pentingnya keterampilan, tradisi akademis, ingatan subjektif (imajinasi) dan pandangan arah yang semuanya memberikan warna pada hasil penulisan. Dengan demiian, historiografi merupakan hasil karya sejarah yang menulis tulisan sejarah.

Historiografi adalah perangkaian fakta berikut maknanya secara kronologis/deakronis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah. Kedu sifat uraian itu harus tampak karena kedua hal itu merupakan ciri, sejarah sebagai ilmu.

Proses Penulisan Sejarah

Bagai penulis sejarah ataupun sejarawan akademis yang menganut relativiseme historis, sikap mental dalam pekerjaan dan penulisan sejarah merupakan hal yang sangat sulit direalisasikan. Al-Sharqaqi menyatakan bahwa "pengetahuan sejarah pada dasarnya mengalihkan fakta-fakta dalam bahasa lain, menuduki pada bentuk, katagori, dan tuntuntan khusus". Proses pemilihan unsur-unsur tertentu mengenai perjuangan seorang tokoh, umpamanya dilakukan penulis biografi yang dikehendakinya, lalu disusunlah kisah baru.

Demikianlah kecenderuangan subjektivitas selalu mewarnai bentuk-bentuk penulisan sejarah. Hal ini karena secara umum kerangka pengungkapkan oleh penulis sejarah sejarah atau sejarawan akademis, desangkan kejadian sejarah sebagai aktualisasi juga dipilih dengan dikontruksi menurut kecenderungan seorang penulis.

Selain alasan praktis di atas, banyak lagi faktor yang menyebabkan terjadinya subjektivitas. Ibnu Khaldun dalam Dudung Abdurrahman (1999: 9) yang di kutip oleh Dr. Sulasman M. Hum hal 148 menyatakan bahwa ada faktor yang dipandangnyansebagi kelemahan dalam penulisan sejarah (historiografi), yaitu (1) sikap pemihakan sejarawan kepada mazhab-mazhab tertentu; (2) sejarawan terlalu percaya kepada penukil berita sejarah; (3) sejarawan gagal menangkap maksud-maksud apa yang dilihat didengar serta menuruntkan laporan atas dasar prasangkaan keliri; (4) sejarawan memberikan asumsi yang tidak beralasan terhadap sumber berita; (5) ketidaktahuan sejarawan dalam mencocokan keadaan dengan kejadian yang sebenarnya; (6) kecenderungan sejarawan untuk mendekatkan diri kepada penguasa atau orang berengaruh, dan (7) sejarawan tidak mengerahui waktu berbagai kondisi yang muncul dalam peradaban.

Apabila ketuhuh alesan tersebut atau sebagian dari padanya mewarnai karya sejarah dari suatu generasi, generasi sejarawan yang lain juga akan mempengaruhi dengannya. Karena setiap telaah historis, baik dari masa silam, masa kini,maupun masa depan, selalu subjektif. Kepaibadrian sejarawan merupakan faktor dominan yang dapat menjerumuskan penelusuran sejarah menjadi subjektif, sehingga seluruh kesadaran sejarawan kesungguhannya terselimut oleh sitem kebudayaan. Berhubungan dengan kebudayaan masyarakatnya. Sejarawan sebagi anggota masyarakat akan lebur dalam proses sosialisasi, sehingga seluruh pikiran, perasaan, dan kemauannya terpola menurut struktur etis, estetis, dan filosofis yang berlaku dalam masyarakat.

Subjektivitas kultural mencangkup pula subjektivitas waktu karena kebudayaan tumbuh dan berkembang dalam waktu tertentu. di kebudayaan tumbuh dan berkembang dalam waktu tertentu. Dikalangan ahli sejarah, seorang sejarawan merupakan anak zamannya dan bersama dengan sezaman, tetapi ia pun menerima nilai-nilai yang sejamannya.

Berdasarkan tujuan mengenai subjektivitas sejarah diatas, dapat disebutkan bahwa setiap hasil penulisan sejarah tidak seluruhnya relatif, karna dalam karya seperti itu dapat pula diperoleh hal-hal yang absolut, yaitu fakta-fakta yang tidak diragukan lagi kesalahnnya. Penunjukan fakta keras atau fakta yang telah menjadi kebernaran umum dan tidak diragukan lagi kebenarannya.

Apabila kecenderungan pribadi pangkal terjadinya subjektivitas, sebenarnya tidak selalu merupakan penghalang bagai objektivitas, sebab sejarawan pun akan mampu mengetahui perasan-perasaan subjektifitas dalam dirinya dan akan selalu berusaha untuk berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam subjektivitas tersebut. Pengetahuan sejarah yang objektif timbul apabila terdapat beberapa pendapat abtara para sejarawan. Pernyataan meeka yang berbeda mengenai peristiwa sejarah yang sama belum merupakan peradaban pendapat sebab pristiwa sejarah bisa dilihat dari berbagai perspektif.

Penulis : Hermawan Arisusanto, S. Hum
Editor   : Hermawan Arisusanto, S. Hum