Biografi Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi
Kelahiran Shalahuddin Al-Ayyubi
Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa benteng Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud.
Masa Kecil dan Pendidikan Shalahuddin Al-Ayyubi
Pendidikan masa kecilnya, Shalahuddin dididik ayahnya untuk menguasai sastra, ilmu kalam, menghafal Al Quran dan ilmu hadits di madrasah. Dalam buku-buku sejarah dituturkan bahwa cita-cita awal Shalahuddin ialah menjadi orang yang ahli di bidang ilmu-ilmu agama Islam (ulama). Ia senang berdiskusi tentang ilmu kalam, Al-Qur’an, fiqih, dan hadist.
Selain mempelajari ilmu-ilmu agama, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Dari kecil sudah terlihat karakter kuat Salahudin yang rendah hati, santun serta penuh belas kasih. Salahudin tumbuh di lingkungan keluarga agamis dan dalam lingkungan keluarga ksatria.
Masa Muda Shalahuddin Al-Ayyubi
Dunia kemiliteran semakin diakrabinya setelah Sultan Nuruddin menempatkan ayahnya sebagai kepala divisi milisi di Damaskus dan pada umur 26 tahun, Shalahuddin bergabung dengan pasukan pamannya (Asaduddin Syirkuh), dalam memimpin pasukan muslimin ke Mesir atas tugas dari gubernur Suriah (Nuruddin Zangi), untuk membantu perdana menteri Daulah Fathimiyah (Perdanana Menteri Syawar) menghadapi pemberontak dan penyerbuan tentara salib. Misi tersebut berhasil Perdana menteri Syawar kembali kepada kedudukannya semula tahun 560 H/1164 M.
Shalahuddin semakin menunjukkan kepiawaiannya dalam kepemimpinan. Ia mampu melakukan mobilisasi dan reorganisasi pasukan dan perekonomian di Mesir, terutama untuk menghadapi kemungkinan serbuan balatentara Salib. Tiga tahun kemudian, ia menjadi penguasa Mesir dan Syria dan merevitalisasi ekonomi, reorganisasi militer, dan menaklukan Negara-negara muslim kecil untuk dipersatukan melawan pasukan salib.
Impian bersatunya bangsa muslim tercapai setelah pada September 1174 M, Shalahuddin berhasil menundukkan Daulah Fatimiyah di Mesir untukpatuh pada kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad. Daulah Ayyubiyah yang bermadzhab Sunni akhirnya berdiri di Mesir menggantikan Daulah Fathimiyah yang berkuasa sebelumnya dan bermazhab syi’ah.
Wafatnya Shalahuddin Al-Ayyubi
Pada usia 45 tahun, Shalahuddin telah menjadi orang paling berpengaruh di dunia Islam. Selama kurun waktu 12 tahun, ia berhasil mempersatukan Mesopotamia, Mesir, Libya, Tunisia, wilayah barat jazirah Arab dan Yaman di bawah kekhalifahan Ayyubiyah. Kota Damaskus di Syria menjadi pusat pemerintahannya. Shalahuddin wafat di Damaskus pada tahun 1193 M dalam usia 57 tahun.