Potret Arsip Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Ruang Kelas - Rakyat Indonesia sudah sepantasnya mengetahui perjuangan pemimpinpemimpin pergerakan, saat mengupayakan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia pada awal-awal menjelang kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.Peristiwa sejarah di sekitar proklamasi kemerdekaan, tidak dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Banyak informasi yang unik, einmalig, dari peristiwa sejarah tersebut. Dalam keunikannya pun peristiwa yang terekam memberi konfirmasi empiric terhadap suatu zaman.8Tanpa mengabaikan arti penting peristiwa-peristiwa lainnya, Perjuangan kemerdekaan Indonesia dapat dikatakan sebagai sebuah gerakan yang menarik dalam sejarah Indonesia.
Peristiwa itu telah melahirkan sebuah fenomena
sejarah bagi bangsa Indonesia, proses tarik-menarik keinginan untuk
‘merdeka-lebih awal’ antara kaum muda dengan Soekarno-Hatta, yang kemudian
melahirkan peristiwa pengasingan terhadap kedua tokoh tersebut ke
Rengasdengklok menjadi bukti rekam jejak atas keinginan kuat untuk merdeka,
tidak hanya di kalangan pemimpin pergerakan tetapi juga kaum muda.
Soekarno-Hatta tetap berkeinginan jika kemerdekaan Indonesia dipersiapkan
secara matang oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Begitupun saat perumusan naskah proklamasi yang berlangsung
di rumah Jenderal Maeda, Jalan Imam Bonjol No.1 (sekarang Museum Perumusan
Naskah Proklamasi), banyak catatan sejarah yang patut diketahui. Dalam
perumusan naskah proklamasi yang semula akan diberi judul ‘Maklumat Kemerdekaan’
akhirnya berganti menjadi ‘Proklamasi’, dengan berbagai pertimbangan jika
menggunakan kata maklumat akan berarti suatu keputusan dari suatu badan atau
pemerintah. Sedangkan saat itu yang diperlukan adalah keputusan yang
mencerminkan keputusan suatu bangsa yang menyatakan kebebasan dari penindasan
penjajah dan menunjukkan keberadaan bangsa Indonesia yang merdeka.
Dalam naskah proklamasi, kalimat perkalimat lahir dari suatu
kesepakatan yang mengatasnamakan bangsa Indonesia. Sebut saja, pada kalimat
Dasar 1945 khususnya Pasal 6, pada awalnya berbunyi ‘Presiden adalah orang
Indonesia asli yang beragama Islam’, yang rumusan ini ditentang oleh Bung
Hatta, kemudian akhirnya dirumuskan menjadi ‘Presiden adalah orang Indonesia
asli’ - kata yang beragama Islam akhirnya dihapuskan, hal ini dibuktikan dari
adanya arsip. Menurutnya, memahami arsip harus juga melihat dari segi
structure, content, dan context, kita bisa melihat dari teks proklamasi yang
tertuang dalam berbagai corak, seperti coretan tulisan tangan Bung Karno,
maupun ketikan oleh Sayuti Melik, itu semua asli, tuturnya berapi-api.
Pertama tertulis jelas ‘Kami bangsa Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaan Indonesia’, kata-kata keramat diguratkan dalam bentuk
coretan dan tulisan tangan, yang merupakan amanat penderitaan rakyat Indonesia
itu bermakna kemerdekaan yang kita peroleh bukanlah hasil pemberian dari bangsa
lain, tetapi merupakan suatu pernyataan bentuk tekad, kemauan bangsa untuk
menentukan nasibnya untuk merdeka dalam segala hal.
Menurut sejarawan Prof. Dr. Taufik Abdullah, perjuangan
kemerdekaan Indonesia ini merupakan episode sejarah yang paling jauh ke dalam
struktur kenangan dan kesadaran bangsa secara keseluruhan, bukan bersifat
lokal, etnis, atau unsur keragaman lainnya. Episode ini bukan hanya suatu
rangkaian peristiwa yang membangkitkan patriotisme, rasa cinta tanah air, dan
nasionalisme, tetapi juga awal terlepasnya bangsa Indonesia, dari genggaman
kolonialisme. Masa awal revolusi, atau dikenal sebagai ‘zaman bersiap’ adalah
saat romantic heroisme yang pendek.
Masa itu, kenang Prof. Dr. Taufik Abdullah yang pernah
menjadi Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) ini, betapa perlu perjuangan
untuk menghilangkan mitos kekuasaan kolonialisme Belanda. Jangan ada lagi
‘omongan’ Indonesia dikuasai Belanda 350 tahun, itu mitos yang keliru, demikian
papar sejarawan yang juga seorang peneliti. Baginya, Belanda baru kokoh
menguasai seluruh daerah republik ini baru tahun 1910-an, sebelum-sebelumnya
Belanda gagal. “Kehebatan Belanda mencatat, meneliti apa yang terjadi dan
memelihara catatan itu, sementara kita mencatat apa yang terjadi dan yang
tercatat dibiarkan saja, di situlah pentingnya kita memelihara dan membaca
arsip”, imbuhnya.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Arsip Nasional Republik
Indonesia (ANRI) periode 2004–2009, Drs. Djoko Utomo, MA, menjelaskan tentang
pentingnya arsip bagi suatu bangsa. Baginya, arsip itu memberikan sesuatu yang
faktual dan objektif. Sebagai contoh, perumusan batang tubuh dalam
Undang-Undang Menurutnya, ke depan ANRI harus memperlihatkan perannya sebagai
lembaga kearsipan, jangan melihat sebatas dari Undang-Undang Kearsipan saja.
Tetapi penting juga melihat untuk kepentingan internasional sebagaimana
tertuang dalam Denhaag Convention (1954) yang mengamanatkan perlunya melindungi
warisan budaya dari konflik senjata dan perang, maupun Vienna Convention on
Stage Succession in Respect of Property, Archives, and Debt (1983). “Kasus
perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah contoh faktual atas suksesi kenegaraan
dalam konteks meraih kemerdekaan yang terjadi di Indonesia”, jelas mantan
Kepala ANRI yang juga pionir berdirinya Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa.
Berkenaan dengan itu, menurut Deputi Bidang Konservasi Arsip ANRI, Drs. Mustari
Irawan, MPA, mengungkapkan bahwa khazanah arsip sejarah perjalanan bangsa sudah
tersimpan di ANRI, termasuk arsip seputar menjelang kemerdekaan terutama
risalah penyusunan undangundang yang dilakukan oleh Badan Penyelidikan Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). “Arsip itu menarik bagi peneliti
untuk mengetahui bagaimana negara ini dibangun”, paparnya. Deputi yang
sebelumnya menjabat Direktur Pengolahan ini pun mengungkapkan bahwa dalam hal
ini, ANRI akan berupaya terus untuk bisa membuka dan memberikan akses kepada
masyarakat terkait dengan arsip kemerdekaan, karena bagaimanapun ini amanat
Pasal 64 dan Pasal 65 Undang Undang Nomor 43 tentang Kearsipan.