Guna Sejarah Intrinsik
Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya. Kenyatannya bahwa sejarah terus ditulis orang, di semua peradaban dan sepanjang waktu, sebenarnya cukup menjadi bukti bahwa sejarah itu perlu. Tetapi bagi mereka yang meragukan hasil peradaban manusia ini, disini akan dipaparkan mengenai guna sejarah yang dijelaskan dari buku Pengantar Ilmu Sejarah karangan Kuntowijoyo.
Sejarah itu berguna seara intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik, sejarah itu berguna sebagai pengetahuan. Seandainya sejarah tidak ada gunanya secara ekstrinsik, yang berarti tidak ada sumbangannya di luar dirinya, cukuplah dengan nilai-nilai interinsiknya. Akan tetapi, disadari atau tidak ternyata sejarah ada dimana-mana.
Guna Intrinsik
Setidaknya ada empat guna sejarah secara intrinsik, yaitu (1) sejarah sebagi ilmu, (2) sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau, (3) sejarah sebagai pernyatan pendapat, dan (4) sejarah sebagi profesi.
Sejarah sebagai Ilmu
Banyak contoh sejarawan bukanlah orang yang memang mendidik untuk menjadi sejarawan, tetapi penulis sejarah dapat datang datang dari mana saja. Wartawan, guru, politisi, sastrawan, dan pendeta boleh saja menulis sejarah. Kalau dokter atau insinyur harus datang dari orang yang memang mendidik dalam ilmu yang terbuka. Kenyatannya bahwa sejarah menggunakan bahasa sehari-hari, tidak menggunakan istilah-istilah teknis, memperkuat keterbukan itu. Keterbukan itu membuat siapapun mengaku sebagai sejarawan secara sah, asal hasilnya dipertanggung jawabkan sebagai Ilmu.
Sejarah sebagai ilmu dapat berkembang dengan berbagai cara (1) perkembangan dalam filsafat, (2) perkembangan dalam teori sejarah, (3) perkembangan dalam ilmu-ilmu lain, dan (4) perkembangan dalam metode sejarah. Perkembangan dalam sejarah selalu berarti bahwa sejarah selalu responsif terhadap kebutuhan masyarakat akan informasi.
Pertama, Perkembangan dalam filsafat dirujukan ketika filsafat sejarah Zaman Pertengahan didominasi oleh filsafat sejarah Kristen, maka penulis yang menonjolkan peran orang-orang suci juga tmpak. Riwayat penyebaran Keristen di Irlandia oleh Saint Patrick pada abad ke-5 masih diperingatkan sampai sekarang.
Kedua, Perkembangan dalam teori sejarah dirujukan ketika dalam seminar sejarah di Yogyakarta pada tahun 1957 telah di canangkan perlunya nasionalisme dalam penulisan sejarah yaitu sejarah yang menunjukan para orang Indonesia (Indonesia-sentrisme) untuk mengatakan “sejarah dan atas geladek kapal” yang menunjukan peran para penjajah Belanda (Neerkando-centrisme).
Tantangan itu mendapat jawaban ketika pada tahun 1962 John Small menulis tentang mungkinnya kita menulis sejarah Indonesia yang otonom yang para pelakunya adalah orang Indonesia sendiri. Misalnya ketika akan menulis sejarah Aceh.
Asal kita selalu dapat mengebalikan semua peristiwa pada pertentangan antara ulebalang dan ulama, kita akan mendapatkan sejarah Indoenesia yang otonom. Orang-orang asing yang hanya mempunyai peran sebagai pembantu pihak dalam yang sedang bertikai.
Ketiga. Perkembangan dalam ilmu-ilmu lain juga berpengaruh pada perkembangan sejarah. Ketika sosisologi menjadikan kota sebagai bahan kajian, maka sejarah mucul dengan sejarah Kota. Demikian ketika pisikologi Freudian digantikan oleh psikologi Neo-Freudian, dalam sejarah muncul psikohostori, sejarah yang menguraikan kejiwaan tokoh-tokoh sejarah.
Keempat, Perkembangan dalam metode juga berpengaruh. Ketika dalam sejarah muncul metode kuantitatif, maka di amerika dan Eropa muncul sejarah Kuantitatif, karena di tempat itu sumber-sumber sejarah lama sangat memungkinkan untuk dikuantifikasikan. Demikian pula kegiatan-kegiatan penerbitan sumber. Penerbitan arsip Nasional tentang sarekat Islam lokal telah mendorong banyak penelitian.
Sejarah sebagai cara mengetahi masa lampau
Bersama dengan mitos, sejarah adalah cara untuk mengetahui masa lampai. Bangsa yang belum mengenal tulisannya mengandalkan mitos, dan yang sudah mengenal tulisan pada umumnya mengandalkan sejarah. Ada setidaknya dua sikap terhadap sejarah setelah orang mengetahui masa lampaunya, yaitu melestarikan atau menolak.
Sejarah sebagai pernyataan pendapat
Banyak penulis sejarah yang menggunakan ilmunya untuk menyatakan pendapat. Disini akan diberikan contoh dalam penulisan sejarah Amerika, meskipun ditempat lain penggunaan sejarah untuk menyatakan pendapat selalu terjadi. Di Amerikaada dua aliran yang sama-sama menggunakan sejarah. (1) Konsensus dan (2) konflik. Disebut Konsensus karena, mereka mendapat bahwa dalam masyarakat selalu ada consensus, dan para sejarawan selalu besikap konformistis; sebaliknya, disebut konflik karena menekankan seolah-olah dalam masyarakat selalu jadi pertentangan dan penganjuran supaya orang-orang bersikap kritis dalam berpikir tentang sejarah.
Sejarah Sebagai Propesi
Tidak semua lulusan sejarah dapat tertampung dalam profesi kesejahtraan. Ada lulusan yang jadi karyawan pengusaha sepatu, pengakengan ikan, perusahaan farnasi, dan tidak sedikit yang jadi guru di luar ilmunya. Semua tempat itu tentu saja memerlukan orang-orang yang dapat menulis sejarah, tetapi kita tidak dapat mengharapkan semua orang untuk mempunyai idealism. Mereka dianjurkan untuk menghubungi MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia) setempat.
Dari keempat tersebut mempunyai guna dalam kehidupan sehari-hari maupun kegunaan dalam pengembangan ilmu sejarah tersebut. Tidak hanya dalam pengambangan ilmu sejarhnya saja tapi, kegunaan dalam pengmbangan dalam lingkungan masyarakatnya sendiri. Fungsi guna sejarah ini memberikan manfaat bagi kita untuk senantiasa memberikan dorongan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam penulisan sejarah.
Penggunaan sejarah ini dapat memberikan dampak positif terhadap guna sejarah secara Intrinsik. Kempat poin diatas menunjukan guna sejarah dalam lingkuan pengambangan serta sebagai objek popesi sebagai sejarawan yang ulung.