Masuknya Islam ke Anak benua India: Perang atau damai?
Ruang Kelas - Ketika kita bicara mengenai anak benua India kita akan dibawa ke sebuah peradaban yang sangat menarik. Mengai Islamisasi di anak benua India tentu, sangat menarik untuk dibahas. Strategi dakwah, proses masuknya Islam hingga Islamisasi di anak Benua Idnia.
Banyak sekali kontriversial kalau membasas mengenai masuknya Islam ke anak benua India, kenapa? sebab pasti kita kan berhadapan dengan soal cara/setrategi dakwah Islam. Selama ini timbul kesan bahwa masuknya Islam ke anak benua India adalah lewat ayunan pedang. Ada orientalis yang menggambarkan, orang Islam menyebarkan agama Islam dengan memegang kitab Al-Qur’an pada tangan kanan dan mengenggam pedang pada pada tangan kiri.
Dari pernyatan di atas benarkah demikian ? dilansir dari buku Sejarah Asia Selatan karangan Drs Suwarno M.Si bahwa ada fakta dakwah Islam di India dengan cara damai. Sesungguhnya usaha untuk menaklukaan kawasan India sudah masa Khalifa’u rashidin namun selalu mengalami kegagalan. Baru pada masa Umayyah, khususnya masa Khalifah Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715), pasukan Islam di bawah panglima Muhammad ibn Qasim ats Tsqafi berhasil menaklukan wilayah Sind dan Punjab bagian bawah/selatan untuk dimasukan ke dalam kekuasaan dinasti Umayyah.
Kemudian pada Dinasti Abbasiyah, Khalifah al-Mansyur (754-775), juga mengirimkan espedisi militer ke Sind mengalahkan gubernur yang ditempatkan oleh Dinasti Umayyah dan mendirikan markas Militer du Kota al-Mansyurh. Berikutnya Khalifah al-Ma’mun (813-833), banyak keluarga Arab yang berhijrah ke Sind. Hal ini justri mempercepat Islamisasi dibandingkan dengan penaklukan militer.
Akan tetapi sejarah Islam yang sebenarnya, dalam pengerian politis, di India dimuali sejak masa Dinasti Ghaznawiyyah (977-1186) yang memerintah di Afganistan. Adalah Sultan Yamin ad-Dawlah Mahmud (998-1030) yang memperkasai espedisi militer besar-besaran pa 1000-1026 untuk menguasai India. Di bawah pimpinan Abdul Razaq (panglima perang dari sultan Mahmud) kekuasan islam tidak hanya mengambil alih Sind yang diperintah oleh kaum Qarmati Islaliyyah, tetapi juga menumbangkan dinsati-dinasti setempat.
Strategi Dkwah: Perang atau Damai ?
Terdapat kesan yang sangat mendalam bahwa proses Islamisasi anak benua India dilakukan dengan cara kekerasan. Melalui pendekatan militer yang kejam. Seagai contoh pembantaian massal orang-orang Hindu, penghacuran kuil-kuil Hindu untuk menganut Islam benarkah stereotype (kesan negative) semacam ini?
Sepanjang fakta yang diketahui, memang setiap ekpedisi menklukan militer oleh tentara Muslim tidak membawa serta juru dakwah. Hal ini karena kebanyakan para pimpinan Muslim beranggapan bahwa penaklukan atas India yang mayoritasnya Hindu ( Kafir dalam Islam), merupakan bagian dari perang suci jihad. Yang beranggapan seperti ini, misalnya sultan Mahmud dan Ghazna yang melancarkan ekpedisi militer ke India tahun 1000-1026 dan Sultan Timurlenk (Tamerlane) yang menerbu India pada 1389 Dalih perang suci rupanya menimbulkan kesan negative dalam dakwah Islam, terutama bagi kalangan Hindu. Bahkan menjadi semacam trauma yang menkutkan, sehingga menimbulkan presiden yang buruk bagi hubungan masyarakat Islam dan Hindu di India.Menurut Crig Bazter (dkk) dalam buku Government and Politics in South Asia (1987).
Ada tiga hubungan interaksi antara Islam dengan Hindu di India. Pertama adalah pola terorisme, bahwa bahwa penduduk-penduduk Muslim yang menyerbu India hanya membawa kerugian/kehancuran, misalnya: penduduk pribumi Hindu dipaksa masuk Islam atau dibunuh kalau tidak mau, harta bendanya dirampas, kuil-kuil diratakan dengan tanah dan diatasnya dibangun masjid. Pola ini diterapkan contohnya oleh Sultan Mahmud dari Ghzana, Timurlank, Sultan Nadhir Shah dari Persia (1739) dan Ahmad Shah Abdali dan Afghanistan (1745-1752).
Kedua, adalah pola penaklukan, perkampungan, dan pembentukan kerjasama di india bagian barat dan utara. Pola ini dilanjurkan misalnya oleh Muhammad ibn al Qasim yang meneklukan Maltan pada 712, berikutnya diikuti oleh dinasti Budak hingga Dinasti Lodi. Ciri khas dari pola kedua ini adalah para penguasa mulim gagal membangun sistemdaministrasi yang efisien.
Ketiga, pola yang ditunjukan oleh Dinasti Mughal yang tidak hanya mampu menaklukan sebagain besar wilayah India. Tetapi juga mampu memanpaatkan administrasi yang stabil dan terpusat dari Lahore, Delhi, atau Agra. Ciri khas pola ini mengintgrasikan seluruh potensi masyarakat India yang heterogen dan komples dalam kesatuan yang bulat, antara lain dari semngat toleransinya yang sangat tinggi.
Dalam setiap penaklukan yang dilakukan oleh Musim, terdapat kebiasaan untuk menawarkan perdamaian terlebih dahulu kepada para Raja Hind. Tawaran perdamaian ini berisi dua arternatif: 1) tetap sebagai orang Hindu namun berkewajiban membayar pajak Jizyah (pajak perlindungan bagi non-Muslim di Negara Islam); 2) berpindah masuk Islam, diperangi/ditawan bila tidak mau, atau memilih mati.
Tidak semua proses Islamisasi rakyat India dilakukan dengan cara kekerasan. Terhadap banyak fakta menunjukan jalan damai yang ditempuh penguasa Islam. Sebagi contoh, dalam biografinya Elliot dan John Dowsan, disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Sultan Furiz Shah dari Dinasti Tuglaq (1351-1388), “Sultan mendorong rakyatnya yang kafir untuk memeluk islam. Siapa yang memeluk islam akan dibebaskan pajak jizyah”. Musafir Muslim Ibnu Batutah yang mengunjungi India pada abad ke XIV, melaporkan bahwa para Sultan Dinasti Khilji meneydiakan perangsang bagi bagi orang Hindu yang masuk Islam, yaitu memberi kesempatan untuk bertemu (audiensi) dengan sultan di mana sultan akan memberi hadiah.
Thomas W. Arnold, sejarah inggris berperang buku buku The Preaching of Islam, menunjukan Islamisasi rakyat India, mencantumkan bahwa Islamisasi rakyat India di samping melalui jalan kekerasan, juga dengan halan damai, yaitu dakwah Islam secara persuasive melalui jalur perdagangan. bahkan jalan yang kedua ini hasilnya lebih baik dalam mengislamkan rakyat India. Islamisai lewat jalan damai yang terbaur dengan kegiatan perdagangan terutama terjadi di kawasan India bagian selatan, tepatnya di Pantai Malabar (daerah Gujarat). Dakwah secara damai juga dilakukan oleh para mubaligh Islam secara perorangan, mislnya para sufi dan mubaligh Syiah Islamiyah.
Sedangkan Dr Adi Muhyiddin al Allusi, dalam buku Al’arubatu wasalamu fi Janubji Syarqi Asia al Hindu wa Indonesia, menyajikan fakta dakwah Islam secara damai dnegan lebih gambling, meliputi:
1) para pedagang arab yang bisa dikatakan sebuah tnagannya membawa ajaran agama Islam dan sebelah tangannya yang lain membawa barang dagangan ke seluruh penjuru anak benua Idnia. Mereka mampu melahirkan hubungan baik dengan penduduk pribumi, apakah melalui perkawinan, hubungan bertetangga atau bernegara;
2) dalam menawarkan Islam para da’I menggunakan cara-cara yang mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat awam;
3) peran para penguasa Islam dalam menarik perhaian rakyat India, antara lian; memperagakan rasa toreransi, menawarkan bergagai fasilitas dan kemudahan kepada semua pihak yang mau masuk Islam (mujahid fi sabilillah);
4) peran para ulama yang menjadikan pekerjaan mengajarkan agama Islam sebagai kegiatan ulama dan hanya mencari ridho Tuhan semata.
Dengan demikian, dakwah Islam di India beloh disebut menggunakan sekaligus tiga cara/strategi, Yaitu: War (Perang), trede (Perdagangan), dan teching (pengajaran dari para mubaligh/ulama). Namun dari ketiga cara tersebut, Nampak bahwa dalam benak sebagian besar oerang Hindu di India meyakini cara pertama (war/perang) sebagai paling dominan dan bajkan menjadi trauma yang pahit yang sangat mengganggu hubungan mereka dengan masyarakat Muslim.