Sejarah Sastra Sunda
Ruang Kelas - Nilai religius tentu saja tidak berkembang pada ruang yang hampa, tetapi senantiasa diolah dan bersinggungan dengan berbagai dimensi lain dalam kebudayaan dan kemasyarakatan. Terdapat begitu banyak pengungkapan budaya, ekspresi seni, ciptaan keilmuan, bentuk dan corak kehidupan masyarakat yang masih mengacu pada nilai-nilai religius tersebut.
Sebuah realitas sosial, agama muncul dalam berbagai bentuk setelah ia bersinggungan dengan berbagai jenis kebudayaan lokal yang dihadapi oleh agama tersebut. Dalam pergulatan antara agama dan kebudayaan inilah sering muncul berbagai bentuk pengamalan agama yang berdimensi budaya setelah mengalami proses sinkretisme yang panjang.Kedua dimensi ini agama dan kebudayaan lama kelamaan tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan oleh kehadiran agama yang boleh jadi lebih lambat ketimbang sistem tradisi yang telah menjadi kebudayaan sebuah masyarakat. Ketika agama menawarkan fungsinya sebagai pengimbang norma-norma kehidupan manusia baik sebagai individu maupun masyarakat banyak telah dimiliki oleh suatu sistem kebudayaan yang kemudian keduanya dianggap sebagai dua hal yang tidak terpisahkan.
Suku sunda yang merupakan penduduk Propisnsi Jawa Barat adalah sebuah Masyarat yang masih memelihara dan memelihara tradisi. Ada dari berbagai wilayah yang mengembngkan tradisi puisi dan nadoman. Puisi nadoman salah satu sastra lisan pengaruh Islam yang terbesar di masyarakat, tidak hanya puisi atau nadoman Karya-karya sundapun masih ada dan masih di pelajari pada saat ini. Sebagai orang sunda kita harus mengetahui bagaimana perkembangan sastra sunda dan jenis-jesnis sastra sunda yang berkembang. lebih lanjutnya simak penjelasan di bwah ini;
Perkembangan Sastra Islam Sunda
Sastra sunda termasuk salah satu karya sastra lama serta memilki kekayaan, tetapi berbeda dengan literatur Jawa. Namun sayangnya perhatian terhadap naskah ulama kuno masih kurang, sehingga ada banyak naskah kuno yangtidak diketahui isinya sedangkan naskah yang sudah diketahui konten isinya berasal dari abad ke-15 yang berjudul Siksaan Kanda Karasian, sementara itu naskah kuno lainnya adalah kisah Parahiangan, cerita Waruga Master, Kunjarakarna, dan lain-lain. Selain dari itu juga terkenal cerita rhyme zaman pajajaran(14-15 abad) yang tekenal sampai sekarang.Setelah runtuhkeunna kerajaan Pajajaran Hindu terakhir, pada tahun 1579, sejarah baru-baru ini mulai kesustraan Sunda. Situasi yang sama di Bali dan Madura pernah ditaklukkan oleh Majapahit, kami berhenti untuk menulis bahasa sastra yang mereka gunakan huruf Sunda Kuna. Mereka mulai menulis dalam bahasa Jawadan menggunakan huruf pegon.Sunda kemudian mulai menggunakannya untuk menulis padapertengahan abad ke-19 dan pengaruh dari matara serta Hindia Belanda. Bahkan fakta bahwa pemerintah kolonial untuk mempromosikan penggunaan bahasa Inggris dalam media tulisan. Pemerintah kolonial pada saat itu ingin meneliti secara lebih mendalam budaya.[1]
Di antara periodisasi sejarah sastra yang telah ada,umumnya di bagi-bagi sesuai dengan jaman yang ada dalam pembabakan sejarah sastra sunda. Seperti prodesasi sastramenurut Adiwidjajadalam buku KasastranSunda II (Jakarta-Groningen, tidak ada tahunnya) setra prodesasi menurut M.A Salmun dalam bukunya Kundaya Kasastran Sunda (Bandung, 1958). Pendapat yang lainnya seperti Patah Nataperwira dan Tisna Werdaja serta yang lainnya itu melihat dari priodesasi menurut Adiwidjaja.[2].
Supaya mendapatkan penjelasan, kita ihtisarkeun sastra prodesasi menurut Adiwidjaja serta priodesasi menurut Salaman,serta membahas keritik dan kelemahn-kelan. Di bawah ini merupakan preodesasi menurut Adiwidjaja[3] adalah sebagai berikut :
a. Zaman Hindu
Yang di bagi lagi menjadi tiga bagian:1. Masa Tarumanegara menurut Adiwijaja disebutkan yaitu “kesustraan Sunda artinya belum ada/ belum terhitung pada Zaman itu kesustran sunda belum memilki peranan
2. Masa Galuh menurut Adiwidjaja “kesastran sunda masih belum terhitung juga.
3. Masa Pajajaran. Pada masa ini sudah mulai muncul kesustran Sunda seiring berdirinya kerajan pajajaran
Contoh-contoh yang di catat oleh Adiwijaja adalah kisah cerita pantun Lutung Kasarung dan Mundinglaya di Kusuma yang diceritakan saat ini.
b. Zaman Islam
Setelah pajajaran runtuh kira-kira tahun 1579 M. pengaruh Islam menurut Adiwidjaja yang diidentikeun dengan Arab, untuk mengambil bidang kehidupan, seperti bidang hukum, adat istiadat, konstitusional, sekolah, ilmu palak, arsitek. Islam juga merupakan sesastraan sunda, baik Wandana baik filsafat, katanya.Contoh yang di berikan Adiwidjaja “Antarana dina aturan sa’ir kawih kondang (anu di kawihkeun ku awewe dina waktu ngagondang), kawih terbang Jamjami (anu di kawihkeun ku lalaki dina waktu nerebang) pupujian hadri, rudat jst” (k. 40) jeung pirang-pirang kecap wedalan Arab kayaning “akhir”, “salamat”, “maksiat” jst (k. 42).”Tapi di samping as’ir contoh cerita Abdurrahman Wahid, yang di contohkan oleh Adiwijaja hanya untuk kata Arab seperti sisindiran, jangjawokan, kebiasaan seperti solawat dan sebagainya.
c. Zaman Islam setelah mendapat pengaruh Mataram
Diawal sunda mendapat pengaruh Mataram kira-kira di abad ke-17 pada saat itu kesustraan sunda mempunyai aturan yang bangun pada sastra pada ngawungku sababaraha padalisan anu gelar dina rupa-rupa pupuh seperti Sinom, Asmarandana, Dangdanggula, Kinanti, pungkur j.s.t.e. (k. 84). Demi sababon anu matak di sunda pabalatak pengaruh jawa ceuk Adiwijaja mah ku lantaran kajaba ti natangga the, ngungsi ngalaman kaarah ku Mataram deuih (K.40)Zaman sekarang setelah terkena pengaruh Barat (Eropa)
Menurut Adiwidjaja pengaruh Barat (Eropa) ke tanah Jawa memberiakn warana tersendiri seperti kesustraan sunda setelah terkena pengaruh barat menjadi berubah. Sedangkan yang di pakai contoh oleh Adiwijaja yaitu manggalasastara wawacan-wawacan Ali Muhtar karyaR.H. Muhammad Musa, Bayawak, Ekalaya Palasastra dan lain-lain (pengarangnya.
d. Zaman sekarang setelah pengaruh peperangan.
Adiwijaja menyebutkan dipakainya kata-kata “taiso”, “odori”, “kibodan”, “senenden”, “kuco” dan lain-lain. Untuk menguatkan hasil karya Adiwijaja dalam artikelnya yang berkenaan dengan “Rumah Tangga” dalam Almanak Asia Raya bahasa Indonesiayang di sebutkan ku R.I Adiwijaja.Setelah proklamasi kemerdekaan, sesuai dengan perkembangan zaman kesustran Sunda berubah kembali sifatnya. Menurut Adiwijaja baik dalam bahasa, kalimat atau istilah yang di pakai yang berkenaan dengan semangat bangsa Indonesia, rasa cinta kepada bangsa.
B. Jenis-jenis Sastra Sunda
1. Pupuh
Pupuh salah satu puisi tradisional Sunda yang mempunyai jumlah suku kata yang pasti dalam setiap barissnya. Biasana pupuh dibacakan dengan cara ditembangkan dengan irama pentatonis.Bentuk pupuh dibagi menjadi 17 jenis. Masing-masing bentuk pupuh mempunyai arti dan sifat serta yang digunakan untuk tema ceritanya. Jenis-Jenis Pupuh antara lain:
a. Asmarandana
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan rasa kasih sayang Lirik tembang :Éling-éling mangka éling
Rumingkang di bumi alam
Darma wawayangan baé
Raga taya pangawasa
Lamun kasasar lampah
Nafsu nu matak kaduhung
Badan anu katempuhan[4]
b. Balakbak
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan bercandaLirik tembang :
Aya warung sisi jalan ramé pisan; citaméng
Awéwéna luas luis geulis pisan; ngagoréng
Lalakina-lalakina los ka pipir nyoo monyét; nyanggéréng[5]
c. Dangdanggula
berupa tembang pupuh yang menggambarkan ketenangan , kekuasaan , keagungan, dan kebahagiaan .Lirik tembang :
Mega beureum surupna geus burit
Ngalanglayung panas pipikiran
Cikur jangkung jahé konéng
Naha teu palay tepung
Sim abdi mah ngabeunying leutik
Ari ras cimataan
Gedong tengah laut
Ulah kapalang nya béla
Paripaos gunting pameulahan gambir
Kacipta salamina[6]
Ngalanglayung panas pipikiran
Cikur jangkung jahé konéng
Naha teu palay tepung
Sim abdi mah ngabeunying leutik
Ari ras cimataan
Gedong tengah laut
Ulah kapalang nya béla
Paripaos gunting pameulahan gambir
Kacipta salamina[6]
d. Durma
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan rasa marah, semangat Lirik tembang :Moal ngejat sanajan ukur satapak
Geus dipasti ku jangji
Mun tacan laksana
Numpes musuh sarakah
Heunteu niat seja balik
Najan palastra
Mati di médan jurit[7]
e. Gambuh
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan kesedihan, kesusahan, atau kesakitan.Lirik tembang :
Ngahuleng banget bingung
Heunteu terang kamana nya indit
Turug-turug harita téh, enggeus burit
Panonpoé geus rék surup
Keueung sieun, aya méong[8]
f. Gurisa
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan orang yang melamun Lirik tembang :Hayang teuing geura beurang
Geus beurang rék ka Sumedang
Nagih ka nu boga hutang
Mun meunang rék meuli soang
Tapi najan henteu meunang
Mo rék buru-buru mulang
Rék terus guguru nembang
Jeung diajar nabeuh gambang[9]
g. Jurudemung
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan orang yang bingung, susah.Lirik tembang :
Mungguh nu hirup di dunya
Ku kersaning anu agung
Ku kersaning anu agung
Geus pinasti panggih
Geus pinasti
Geus pinasti panggih
Jeung dua rupa perkara
Senang paselang jeung bingung[10]
h. Kinanti
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan orang yang sedang kesal menunggu orang yang di sayangi.Lirik tembang :
Budak leutik bisa ngapung
Babaku ngapungna peuting
Nguriling kakalayangan
Néangan nu amis-amis
Sarupaning bungbuahan
Naon baé nu kapanggih[11]
i. Lambang
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan seseorang yang suka bercanda tetapi candaanya itu menjadi pikiran.Lirik tembang :
Nawu kubang sisi tegal
Nyiar bogo meunang kadal
Nawu kubang sisi tegal
Nyiar bogo meunang kadal
Atuh teu payu dijual
Rék didahar da teu halal[12]
j. Magatru
Berupa tembang pupuh menggambarkan rasa sedih, kecewa dengan tingkah laku sendiri, memberi teguranLirik tembang :
Majalaya, Ciparay, Banjaran, Bandung
Kopo reujeung Cisondari, Cicaléngka, Ujung Berung
Rajamandala, Cimahi, Lélés, Limbangan, Tarogong[13]
k. Maskumambang
Berupa tembang pupuh menggambarkan kanalangsaan, kesedih bari ngenes haté.Lirik tembang :
Héy manusa mana kaniaya teuing
Teu aya rasrasan
Kawula maké disumpit
Naha naon dosa kula
l. Mijil
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan kesediha tapi dengan penuh besar harapanLirik tembang :
Mesat ngapung putra Sang Arimbi
Jeung méga geus awor
Beuki lila beuki luhur baé
Larak-lirik ninggali ka bumi
Milari sang rai
Pangéran Bimanyu[14]
Lirik tembang :
Seja nyaba ngalalana
Ngitung lembur ngajajah milangan kori
Heunteu puguh nu dijugjug
Balik paman sadaya
Nu timana tiluan semu rarusuh
Lurah bégal ngawalonan
Aing ngaran Jayapati[15]
Mesat ngapung putra Sang Arimbi
Jeung méga geus awor
Beuki lila beuki luhur baé
Larak-lirik ninggali ka bumi
Milari sang rai
Pangéran Bimanyu[14]
m. Pangkur
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan rasa marah yang mendalam ketika menghadapi tugas yang beratLirik tembang :
Seja nyaba ngalalana
Ngitung lembur ngajajah milangan kori
Heunteu puguh nu dijugjug
Balik paman sadaya
Nu timana tiluan semu rarusuh
Lurah bégal ngawalonan
Aing ngaran Jayapati[15]
n. Pucung
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan rasa marah terhadap diri sendiri,Lirik tembang :
Lutung buntung luncat kana tunggul gintung
Monyét loréng leupas luncat kana pager déngdék
Bajing kuning jaralang belang buntutna[16]
O. Sinom
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan kagembiraan, kasih sayangLirik tembang :
Warna-warna lauk émpang
Aya nu sami jeung pingping
Pagulung patumpang-tumpang
Ratna Rengganis ninggali
Warnaning lauk cai
Lalawak pating suruwuk
Sepat pating karocépat
Julung-julung ngajalingjing
Sisi balong balingbing, sisi balungbang[17]
p. Wirangrong
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan nu kawiwirangan, malu terhadap tingkah laku sendiriLirik tembang:
Barudak mangka ngalarti
Ulah rék kadalon-dalon
Enggon-enggon nungtut élmu
Mangka getol mangka tigin
Pibekeleun saréréa
Modal bakti ka nagara[18]
q. Ladrang
Berupa tembang pupuh yang menggambarkan nu resep banyol bari nyindiran.Lirik Tembang:
Aya hiji rupa sato leutik
Éngkang-éngkang, Éngkang-éngkang
Sok luluncatan di cai
Ari bangun arék sarupa jeung lancah
Coba teguh masing telik
Éta gambar sidik-sidik
Sato naon kitu wanda
Reujeung dimana ayana[19]
2. Novel
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkain kehidupan cerita seseorang dengan orang-orang sekitarnya yang memperlihatkan watak dari setiap pelaku, serta didalamnya membangun prosa yang mempunyai alur cerita yang kompleks pada umumnya novel berbentuk buku[20].
Novel Sunda yang pertama yaitu Baruang Kanu Ngarora yang ditulis oleh D.K. adiwinata dina taun 1914, diterbitkan Balai Pustaka. Novel Sunda tidak ada pengaruhnya darisastra Indonesia, sebab novel dalam bahasa Indonesia muncul pada tahun 1920 (Azab dan sengsara, Merani siregar).
Sama halnya karya sastra lainnya novel pun memilki unsur-unsur diantaranya:
1. Unsur Instrinsik
Unsur instrinsik adalah unsur pembangun dalam sastra itu sendiri. Unsur itu meliputi:1) Tema merupakan ide pokok yang menjiwai seluruh cerita
2) Tokoh adalah orang yang ada dalam novel, dimana dalam novel itu ada tiga karakter tokoh yang sering muncul.
3) Penokohan atau yang sering disebut dengan karakter yang ada dalam tokoh sementara itu dalam karakter tersebut muncul 2 karakter yang sering muncul:
a) Protagonis yaitu watak baik, biasanya yang di miliki oleh tokoh utama
b) Antagonis yaitu watak yang tidak baik lawan dari karakter protagonis[21]
c) Latar adalah keadaan yang ada dalam cerita, latar meliputi 3 hal yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.
4) Alur adalah jalannya cerita atau urutan peristiwa, terdapat beberapa alur diantaranya:
a) Alur maju peristiwa menceritakan dari zaman sekarang sampai masa depan
b) Alur mundur peristiwa yang menceritakan masa yang lampau
c) Alur campuran peristiwa yang menceritakan antara masa sekarang dan masa lampau
5) Amanat merupakan pesan yang disampaikan secara tersirat oleh penulis kepada pembaca yang biasanya bersifat positif[22].
6) Sudut pandang adalah cara memposisikan pengarang terhadap hasil karyanya , terdapat beberapa macam sudut pandang diantaranya:
a) Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Utama Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” mengisahkan tentang berbagai peristiwa yang terjadi serta tingkah laku yang dialaminya. Tokoh ”aku” akan menjadi pusat perhatian dari kisah cerpen tersebut. Dalam sudut pandang ini, tokoh "aku" digunakan sebagai tokoh utama.
b) Sudut Pandang Orang Pertama Pelaku Sampingan Tokoh ”aku” muncul tidak sebagai tokoh utama lagi, melainkan sebagai pelaku tambahan. Tokoh ”aku” hadir dalam jalan cerita hanya untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan kemudian ”dibiarkan” untuk dapat mengisahkan sendiri berbagai pengalaman yang dialaminya.
c) Sudut Pandang Orang Ketiga Serbatahu Kisah cerita dari sudut ”dia”, namun pengarang atau narator dapat menceritakan apa saja hal-hal dan tindakan yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Pengarang mengetahui segalanya.
d) Sudut Pandang Orang Ketiga Pengamat Dalam sudut pandang ini berbeda dengan orang ketiga serbatahu. Pengarang hanya melukiskan apa yang dilihat, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh tersebut, namun terbatas pada seorang tokoh saja[23].
2. Unsur Ekstrinsik
Unsur Ekstrinsik adalah unsur dari luar novel tersebut, adapaun beberapa unsur-unsurnya:a. Biografi Pengarang biasanya berisikan tentang riwayat hidup pengarang cerita tersebut yang ditulis secara keseluruhan
b. Situasi dan kondisi
c. Nilai- nilai yang terkandung
1) Nilai moral yang berkaitan dengan akhlak atau perilaku seseorang
2) Nilai sosial yang berkaitan dengan norma-norma dalam kehidupan masyarakat.
3) Nilai budaya merupakan kebiasaan yang berlangsung di kehidupan masyarakat (adat kebiasaan, keseniaan, kepercayaan, upacara adat)
4) Nilai estetika yang berkaitan dengan nilai keindahan dalam karya sastra.[24]
3. Carpen (Carpon dalam Bahasa Sunda)
Cerpen atau dapat disebut juga dengan cerita pendek merupakan suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerpen cenderung singkat, padat, dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang lebih panjang, seperti novel.
Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita mengenai manusia beserta seluk beluknya lewat tulisan pendek dan singkat, atau berisi mengenai kehidupan seseorang ataupun kehidupan yang diceritakan secara ringkas dan singkat yang berfokus pada suatu tokoh saja.
Cerita pendek biasanya mempunyai kata yang kurang dari 10.000 kata atau kurang dari 10 halaman saja. Selain itu, cerpen hanya memberikan sebuah kesan tunggal yang demikian serta memusatkan diri pada salah satu tokoh dan hanya satu situasi saja[25].
Untuk mengetahui perbedaan antara cerpen dengan novel maka kita perlu mengetahui ciri-cirinya anatara lain:
1. Jalan ceritanya lebih pendek dari novel
2. Sebuah cerpen memiliki umlah kata yang tidak lebih dari 10.000 (10 ribu) kata
3. Biasanya isi cerita cerpen berasal dari kehidupan sehari-hari
4. Tidak menggambarkan semua kisah para tokohnya, hal ini karena dalam cerpen yang digambarkan hanyalah inti sarinya saja.
5. Tokoh dalam cerpen digambarkan mengalami masalah atau suatu konflik hingga pada tahap penyelesainnya.
6. Pemakaian kata yang sederhana serta ekonomis dan mudah dikenal pembaca.
7. Kesan yang ditinggalkan dari cerpen tersebut sangat mendalam sehingga pembaca dapat ikut merasakan kisah dari cerita tersebut.
8. Biasanya hanya 1 kejadian saja yang diceritakan.
9. Memiliki alur cerita tunggal dan lurus.
10. Penokohan pada cerpen sangatlah sederhana, tidak mendalam serta singkat
Sama halnya dengan novel cerpen pun memiliki unsur Instrinsik maupun Ekstrinsik.[26]
4. Wawacan
Wawacan adalah jenis sastra (baik fiksi atau non-fiksi) yang diikuti berdirinya bait. Seni membaca wawacan kadang-kadang disebut beluk. Kata wawacan berasal dari kata 'melihat' yang berarti 'membaca', sehingga dapat dikatakan bahwa kehadiran wawacan di Tatar Sunda setelah masyarakat sudah membaca.
Cara membaca wawacan biasanya selalu dinyanyikan, dan seni ini disebut Beluk. Keberadaan Beluk biasanya identik dengan adanya selametan, pesta, atau prosesi kelahiran, dan lain-lain. Dalam membaca wawacan sering mengganti-ganti pupuh sementara itu, pupuh yang dinyanyikan adalah pupuh kinanti, asmarandana, sinom, dan dangdanggula, dan pupuh yang lainnya tidak sering digunakan.
Dr. Mikihiro Moriyama, seorang peneliti kebudayaan sunda dari Jepang, menyatakan bahwa wawacan merupakan tonggak dalam pengembangan modernitas orang sunda, sebagi contohnya adalah wawacan Panji Wulung yang ditulis oleh R.H. Moehamad Musa. Dalam bukunya Moriyama menceritakan : "Panji Wulung memberitahukan bahwa upayadalam perkembangan dunia modern sesuai perkembangan zaman dengan memperkenalkan konsep-konsep baru untuk pembaca, itu sebabnya wawacan ditafsirkeun sebagai gambaran perkembangan modernisasi dalam tulisan bahasa sunda".
Dilihat dari sejarahnya, dinamai wawacan karena dipengaruhi oleh sastra Jawa terutama Mataram. Pada abad ke-17, masuknya wawacan ke Tatar sunda bersamaan dengan masuknya bahasa Jawa ke wilayah JawaBarat, karena efek dari kekuasaan Mataram. Kemudian bahasa Jawa menjadi bahasa resmi yang digunakan oleh pemerintahanpada saat itu, sampai pertengahan abad ke-19. Setelah tulisan Bahasa sunda digunakan lagi di Jawa Barat.
Contoh Wawacan
1. Wawacan Umar Maya
2. Wawacan Guru Gantangan
3. Wawacan Sulajana
4. Wawacan Syeikh Abdul Qodir Jaelani
5. Wawacan Nabi Paras
6. Wawacan Miraj Kanjeng Nabi Muhammad SAW
7. Wawacan Ngagurit Kaburu Burit
8. Wawacan Babad Nabi
9. Wawacan Panganten Tujuh
10. Wawacan Layang Muslim Muslimat
11. Wawacan Babad Cirebon
12. Wawacan Anglingsari
13. Wawacan Ahmad Muhammad
14. Wawacan Jaka Ula Jaka Uli
15. Wawacan Ogin Samar Sakti
16. Wawacan Samaun
17. Wawacan Betal Jamur
18. Wawacan Budiman
Penutup
Sastra sunda, termasuk salah satu karya sastra lama serta memilki kekayaan, Tapi kontras jeung Jawa sastra, parhatian naskah Kuna ulama masih kurang, jadi aya loba naskah Kuna teu dipikawanoh isina, salin sastra sunda teh teu kitu wae aya pasti aya asal sinareng usul sapertos saur R.I Adiwijaja periodesasi na eta aya lima di mimiti Jaman Hindu, Jaman Islam, Jaman Islam Saenggeus keuna pengaruh Mataram, Jaman beh dieu saenggeus kena pengaruh Kulon (Eropa), Jaman kaayeunakeun kupangaruh peperangan.Jenis-jenis sastra yang ada di sunda antara lainpupuh, novel, cerita pendek, wawacan. Pupuh merupakan puisi sunda pupuh sunda sedikit berbeda dengan puisi umumnya, tetapi pupuhdibacakan dengan cara dinyanyikan. Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkain kehidupan cerita seseorang dengan orang-orang sekitarnya yang memperlihatkan watak dari setiap pelaku, serta didalamnya membangun prosa yang mempunyai alur cerita yang kompleks pada umumnya novel berbentuk buku, serta memilki unsur instrinsik dan ekstrinsik.
Sementara itu cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerpen cenderung singkat, padat, dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi lain yang lebih panjang, seperti novel, dan genre sastra sunda yang lain adalah wawacan jenis sastra (baik fiksi atau non-fiksi) yang diikuti berdirinya bait. Seni membaca wawacan kadang-kadang disebut beluk. Kata wawacan berasal dari kata 'melihat' yang berarti 'membaca', sehingga dapat dikatakan bahwa kehadiran wawacan di Tatar Sunda setelah masyarakat sudah membaca.
Daftar Sumber
Buku
Adang. 1987. Diajar Ngarang Carita Pondok. Bandung:Pustaka Buana
Koswara,
Deni. 2012. http://PupuhSundaLengkapdenganenisdancontohnyasimawar.html. di akses sabtu 01
Rosidi, Ajip.1991. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung, Binacipta.
_____1983. Ngalunglang Kasustraan Sunda. Jakarta, Pustaka
Internet
http://pupuhsundaobatawetngora.html diakses 01 Oktober 2016 pukul 16:01
http://novelsundadejuve.html. diakses Sabtu, 01 Oktober 2016. Pukul 16.05
https://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Jawa-Sunda. Diakses Sabtu, 01 Oktober 2016. Pukul 10.30
https://su.wikipedia.org/wiki/Carita_pondok#cite_note-Pustaka_Buana-1. Diakses Minggu 02 Oktober 2016. Pukul 09.30
http://kumeokmemehdipacok.blogspot.co.id/2013/12/kumpulan-pupuh-sunda.htm. Diakses 02 Oktober 2016. Pukul 09.30
https://komunitasdampal.wordpress.com/2016/03/31/kumpulan-wawacan-di-tatar-sunda/di akses Minggu 02 Oktober 2016. Pukul 09.35
https://su.wikipedia.org/wiki/Carita_pondok. Dikases Minggu, 02 Oktober 2016. Pukul 08.50
Catatan Kaki
[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Jawa-Sunda.Diakses Sabtu 01 Oktober 2016. Pukul 10.30
[2] Ajip Rosidi. Ngalunglang Kasustraan Sunda, Jakarta, Pustaka Jaya. 1983. Hlm 15
[3] Ibid 15
[4] http://pupuhsundaobatawetngora.html diakses 01 Oktober 2016 pukul 16:01
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Koswara, Deni. 2012. http://PupuhSundaLengkapdenganenisdancontohnyasimawar.html. di akses sabtu 01
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] http://pupuhsundaobatawetngora.html diakses 01 Oktober 2016 pukul 16:01
[15] Ibid
[16] Ibid
[17] Ibid
[18] Koswara, Deni. 2012. http://PupuhSundaLengkapdenganenisdancontohnyasimawar.html. di akses sabtu 01
[19] http://pupuhsundaobatawetngora.html diakses 01 Oktober 2016 pukul 16:01
[20] http://novelsundadejuve.html. diakses Sabtu, 01 Oktober 2016. Pukul 16.05
[21] http://artikelmateri.blogspot.co.id/2016/03/novel-adalah-pengertian-unsur-intrinsik-ekstrinsik.html. Diakses 01 Oktober 2016 pukul 16:10
[22] Ibid.
[23] http://artikelmateri.blogspot.co.id/2016/03/novel-adalah-pengertian-unsur-intrinsik-ekstrinsik.html. Diakses 01 Oktober 2016 pukul 16:10
[24] Ibid.
[25] Azhar, Azmi. 2015. http://gopengertian.blogspot.com/2015/09/pengertian-cerpen-ciri-ciri-struktur-unsur-intrinsik-unsur-ekstrinsik.html#ixzz4Szjitddc. Diakses 01 Oktober 2016
[26]Ibid.