Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perang Bani Al-Nadhir

Ruang Kelas - Perang Bani Al-Nadhir merupakan perang yang terjadi di Yatsrib (Madinah) pada tahun ke 4 Hijriah atau 625 Masehi. Di namakan Perang Nadhir merupakan perang kaum Yahudi Bani Al-Nadhir yang perperang melawan kaum Muslimin.

Di kutip dari buku Sirah Nabi karangan Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri, bahwa bani Al-Nadhir melakukan konsepsi yang lebih keji daripada Adhal, Qarah, dan para penghianat lainnya terhadap sahabat-sahabat Rasulullah di Bi’r Ma’unah. Mereka meminta kepada Rasulullah Saw. untuk berkumpul bersama disebuah tempat untuk mendengarkan bacaan Al-Qra’an dan ajaran-ajaran Islam dari beliau, bersiskusi, dan akan beriman kepada beliau juka mereka merasa yakin. Rasulullah Saw. pun menyetujui permintaan tersebut.

Orang-orang kafir bersepakat di antara mereka agar masing-masing membawa pisau belati di balik pakayaian mereka. Mereka berencana untuk membunuh Nabi Muhammad Saw. secara tiba-tiba dan tanpa diduga-duga. Namun, berita tersebut sampai kepada Rasulullah Saw. dan beliau pun memutuskan untuk membunuh mereka.

Diceritakan pula bahwa ketia ‘Amar ibn Umayyah Al-Dhamari kembali kemadinah dan mengambarkan dirinya telah membunuh dua orang laki-laki dari Bani Kilab. Nabi Muhammad Saw. pergi ke Bani Al-Nadhir bersama sekempok sahabat sahabat beliau agar mereka mau membantu membayar tebusan bagi pala keluarga dua korban terbenuh, sesuai dengan klausal perjanjian yang sudah disepakati bersama.

Orang-oarang Yahudi Bani Al-Nadhir betkata kepada beliau “Kamu akan membantu, wahai Abu Al-Wasim. Duduklah di sini, biar kami menyedikan kebutuhanmu”

Selanjutnya Rasulullah Saw. duduk di pinggir tombak salah satu rumah mereka untuk menunggu. Orang-orang yahudi saling kasak-kusuk dan berunding. Setanpun kemudian menunggu mereka. Lalu berkata “siapa diantara kalian yang berani mengambil batu penggiling ini, lalu naik keatas rumah dan menjatuhkannya ke kepala Muhammad?”

Keudain orang-orang yang celaka diantara mereka, yaitu Amru ibn Jihhasy menyanggupinya. Malaikat jibril pun turun memberi untuk memberi tahu Nabi Muhammad Saw. tentang rencana mereka. Seketika itu juga, beliau bangkit dan sehera kembali ke Madinah. Para sahabat pun segera menyusul beliau. Lalu beliau memberi tahu mereka tentang konsepirasi kaum yahudi Bani Al-Nadhir dan memutuskan untuk mengusir mereka.

Rasulullah Saw. kemudian mengutus Muhammad ibn Muslamah untuk menemui Bani Al-Nadhir dan menyampaikan pesan beliau kepada mereka “Keluarlah dari Madinah dan jangan hidup bertetangga danganku. Aku memberi kalian jangka waktu sepuluh hari. Barang siapa setelah itu aku temui, akan dipenggal lehernya.”

Orang-orang Yahudi itu lalu bersiap-siap selama beberapa hari untuk pergi meninggalkan Madinah. Akan tetapi, pemimpin orang-orang munapik, Abdullah ibn Ubay ibn Salul, mengirim utusan untuk menemui mereka, lalau mengatakan, “bertahanlah dan jangan pergi. Karena sesungguhnya bersamaku duaribu pasukan yang siap bergabung bersama kalian di bentang kalian. Mereka siap mati demi membela kalian.”

Abdullah ibn Ubay juga berkata, “Bani Quraizhah dan Bani Ghathfan juga akan menolong kalian.”

Tak pelak lagi. Orang-orang Bani Al-Nadhir pun merasa kuat dan terlindungi. Mereka berkata kepada Rasulullah Saw. sambil menantang. “kami tidak akan keluar (dari Madinah). Berbuatlah menurut kehendakmu.”

Rasulullah Saw. dan para sahabat beliau kemudian bertakbir. Beliau menunjuk Ibn Ummi Maktum sebagai wakil beliau di Madinah dan memberikan bendera perang kepada Ali ibn Abi Thalib. Beliau pun keluar bersama kaum muslimin, lalu mengintruksiakan mereka untuk mengepung Bani Al-Nadhir.

Orang-orang Bani Al-Nadhir bergegas masuk kedalam benteng mereka, lalu melanarkan serangan dengan anak panah dan batu. Kebun-kebun kurma dan lading-ladang mereka cukup membantu mereka dalam melancarkan serangan. Nabi Muhammad Saw memerintahkan kaum muslimin untuk menebang dan membakar peophonan tersebut.

Semangat Bani Al-Nadhir pun menciut. Allah pun menyusupkan ketakutan kedalam hati mereka. Setelah enam hari, merekapun menyerah. Ada yang mengatakan bahwa Bani Al-Nadhir menyerah setelah pertempuran berlangsung selama 15 hari. Mereka pun angkat kaki dari Madinah. Bani Qurazhah pun meninggalkan mereka. Tidak hanya itu, pimpinan orang-orang munafik, Abdullah ibn Ubay, dan sekutu-sekutunya Bani Al-Nadhir juga menghianati Bani Al-Nadhir.

Mengenai hal ini, Allah Swt. Berfirman dalam surat QS Al-Hasyr yang artinya 

(bujukan orang-orang munafik itu) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, “Kafirlah Kamu.” Maka ketika manusia itu sudah kafir, setan itu berkata “Sesungguhnya aku berlepas diri dari dari kamu. (QS Al-Hasyr[95]: 16)[95]: 16)

Rasulullah Saw. membolehkan orang-orang Yahudi Bani Al-Nadhir untuk mebawa barang-barang dan harta benda sebanyak yang dibawa, kecuali senjata. Mereka pun kemudian membawa apa pun yang bisa mereka bawa. Bahkan mereka juga merobohkan pintu-pintu dan jendela-jendela rumah mereka untuk dibawa mereka juga membawa tiang-tiang dan penyangga atap rumah.

Allah Swt. Berfirman yang artinya:

mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambilah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan! (QS Al-Hasyr [59]: 2).

Setelah diusir dari Madinah, kebanyakan masyarakat dan pembesar Bani Al-Nadhir singgah dan tinggal di Khaibar. Selebihnya singgah dan menetap di negeri syam.

Semua harta benda dan tempat tinggal Bani Al-Nadhir kemudian diambil alih. Selanjutnya tanah dan tempat tinggal mereka (di Madina) dibagiakan kepada orang-orang Muhajirin generasi pertama secara khusus. Rasulullah Saw. juga memberikan sebagian lahan kepada Abu Dujanah dan Sahl ibn Hunaif, karena keduanya miskin. Dari sisni juga belau menafkahinya keluarganya selama setahun. Sedangkan yang tersisa dari senjata dan kuda dijadikan sebagain persedian untuk jihad di jalan Allah. Kaum muslimin mendapatkan amunisi persenjataan berupa 50 baju perang 50 topi baja, dan 340 puck pedang.