Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Selat Malaka Sebagai Zona Maritim Abad ke Lima Belas

Ruang Kelas - Taukah kalian selat malaka? Sejak dibukannya jalur perdagangan akad ke 1 selat makala menjadi zona maritim pada abad ke XV-XVI, wilayah tersebut mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam pelayaran dan perdagangan dari China dan Nusantara ke Laut Tengah, dan sebaliknya. Namun pada periode ini kawasan itu hanyalah area perlintasan atau tempat singgah sementara sebelum melanjutkan perlayaran ke tujuan. Pada abad k-3, kerajaan Wu (222-280) di China mengirim Kang Tai dan Zhu Ying ke negri-negri Asia Temggara, termasuk Tanah Semenanjung Melayu.

Sebaliknya, pada masa Dinasti Song (420-479) terdapat utusan dari Melayu, yakni kerajaan Dan Dan, Pan Pan dan Langkasuka ke China untuk memberikan cendra mata kepada kaisar, berupa patung Budha ukuran pagoda yang terbuat dari gading dan wangi-wangian. Pada abad ke-7 kaisar China dari Dinasti Shui mengirim Chang Jun dan Wang Junzheng ke kerajaan Chi Tu. Bahkan raja mengutus putra mahkotanya ikut ke China sebagai kunjungan balasan. Dia disebut baik di China. Hubungan antra kerjaan-kerjaan melayu dengan China terus berlanjut melalui kunjungan timbal balik dari kedua belah pihak.

zona maritim selat makala

Hubungan China dnegan negeri Melayu yang berlangsung lama bukan tidak beralasan. Selat Malaka merupakan ruang perlintasan kapal-kapal China dari dan ke Laut Tengah. Denagn demikian, hubungan baik itu pada dasarnya adalah untu menjamin kelangsungan perdagangan maritim, juga hubungan diplomatik yang mendukung usha itu.

Sebelum abad ke-15, belum ada kerajaan Malaka, baru dikenal dalam pertengahan abad ke-15. DAri catatan Ma Huan diketahui bahwa Malaka pada awal abad itu bukanlah suatu negara. Penguasa di daerah itu hanya kepala daerah.

Berdasaerkan catatan Sejarah Dinasti Ming yang di kutip oleh Abd Rahman Hamid, bahwa pada masa dinasti Tang (619-907) negri itu dikenal dengan nama Dun Sun da Koro Fu-sa, berada dibawah kekuasaan kerajaan Siam. Pada tahun 1403, ketika utusan kaisar China bernama Kasim Yin Qing tiba di sana., dia menceritakan bahwa setiap tahun negeri yang di pimpin oleh Bailisuranitu membayar upeti kepada Siam berupa 40 tahil emas. Pada kunjungan itu ke istana China dengan sengang hati, Balisuara mengirim utusannya, dengan membawa upeti berupa produk negrinya.

Hubungan China dengan kerajan-kerajaan besar di Nusantara sangat pragmatis. pada saat Selat Malaka dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya, China bersahabat dengan Sriwijaya. Juga saudaranya. kerika kerajaan Majapahit memegang hegomoni atas perdagangan Laut Jawa, termasuk kawasan selat, China dengan resmi memihak kepadanya (tahun 1401) untuk melawan Malaka yang menuntut kedaulatan atas Palembang. Tindakan itu, menurut Lombad, menunjukan kepercayaan China terhadap sekutunya dan sekaligus peran Jawa (Majapahit) sebagai pusay persimpangan jaringan niaga Asia.

Kesultanan Malaka

Pemimpin Malaka bernama Bailisura yang disebut dalam dalam sejarah Dinati Ming adalah Parameswara, berasal dari Jawa. Menurut tradisi di Sumatra, dia adalah panggeran Sailendra dari Palembang. Ketika terjadi pemberontakan kekuasaan (perang saudara) di Majapahit, antara Wirabumi dan Wikramawardhana, tahun 1401 Paramewa menguasai ke Tumasik (sekarang Singapura)

Parameswera bersekutu dengan pimpinan Siam untuk menguasai Tumasik. Tetapi, pada tahun 1402 dia desak oleh raja Pahang (Pantai), yang juga bawahan Siam. Akhirnya dia pindah ke Tanah Semenanjung. Di sana, Parameswara mendirikan pemukiman kecil, yang kemudian berkembang besat. Dia bekerja sama dengan para nelayan dan bajak laut. Tome Pires, yang pernah tinggal di Malaka tahun 1512-1515 menceritakan kisah tersebut secara ditail, menetapkan kedatangan Parameswara di sana tahun 1400. 

Parameswara menganut agama Islam di usia 71 tahun, dengan gelar Sultan Megat Iskandar Shah, setelah menikah dengan putri Sultan Pasai. Bersama permaisuri, putera, dan para mentrinya, Sultan ke istana China tahun 1419 untuk menyampaikan terima kasih dan sekaligus permintaan bantuan dalam menghadapi Siam untuk tidak melakukannya. Lima tahun kemudian (1424) putra Sikandar Shah yakni Sri Parameswara Dewa Shah atau Sultan Ibrahim, kembali ke China menyampaikan berita tentang kematian ayahnya. Juga sekaligus utnuk mendapatkan penghabisan atas dirinya sebagi sultan Malaka yang baru. 

Setelah sultah Ibrahim meninggal dunia, ia diganti oleh Raja Kasim atau Sultan Mudzzafar Shah (memerintah sanmpai tahun 1459). PAda masa pemerintahanny, tampil tokoh termashur bernama tuan Perak, yang sayangat gigih berperang melawan Siam, Pahang, dan pasai. Setelah meninggal dunia, beliau digantikan oleh Raja Abdullah atu Sultan Mansur Shah. Pada tahun pertama pemerintahannya, beliau mengirim utusannya ke China. Seperti pada masa sebelumnnya, Tun Perlak memperluas pengaruh malaka. Pahang berhasil ditaklukan, dan rajanya bernama Dewa Sura diganti dengan pangeran Malaka. Selanjutnya, melakukan erdamian dengan Siam. Wilayah pengaruh Malaka mencangkup Kedah, Trangganu, Pagang, Johor, Jambi, Kampar, BAngklis, pulau-pulau Carington, dan Bontan. Sejak saat itu, Malaka menjadi kekuatan politik [ertama di Tanah Semenanjung yang mampu menandingi kerajaan Siam, juga puast perdagangan maritim terpenting di Asia Tenggara dan penyeberan agama Islam terbesar. 

Dua Sultan berikutnyanya adalah Alauddin Riayat Shah (1477-1488) dan Mahmud (1488-1511). Perebutan keunggulan dengan Siam tidak berhenti. Sultan Mahmud hanya mengakui satu-satunya yang berdaulat adalah kaisa China, dan tidak untuk Siam. Akibatnya, Siam melancarkan serangan terhadap Malaka, tetapi berhasil di pukul mundur. Malaka juga membantu Pahang mengusir serangan ligor, bawahan Siam. Situasi itu cukup menyita perhatian dan tananga Malaka. Sehingga, ketika Malaka diserang oleh portugis, pusat niaga msulim itu berhasil dikuasi tahun 1511.

Akhirnya, kisah kejayaan kesultanan Melayu berakhir. Jalr perlayaran dan perdagangan saudagar muslim berubah. Dari sebulumnya melalui selat Malaka, kini terpaksa harus mengitari pantai barat Sumatra lalu memasuki selat Sunda menuju Laut Jawa. Perubahan itu berpengaruh terhadap perkembangan kesultanan-kesultanan di Nusantara, antara lain di Aceh di Sumara berkembang dengan pesat kerajaan kembar Gowa- Tallo atau yang lebih dikenal denga kerajaan Makasar.

Terjadinya Perdagangan

Ramainya pelayaran dan perdagangan di Malaka didiukung oleh manahemen pelabuhan, terutama untuk memberikan perlayaran dan fasilitas yang menguntukangkan dari para pedagang dan nahkoda kapal. Daya tarik Malaka, selain posisinya yang strategis di Jantung pelayaran antara timur dan barat serta kebijakan kemudahan dari pengusanya, karena semua jenis barang dangangan dari timur dan barat terdapat diperoleh di sana. Tome Pires sangat kagum. Menurutnya, pelabuhan Malaka tidak ada bandingannya di dunia pada masa itu. Setiap kelompok pedagang di Malaka mempunyai lokasi permukiman. Didaerah Upeh di bangian utara Selat Malaka terbagi atas dua daerah; yang pertama dihuni oleh saudagar dari China, Jawa dari Tuban dan Jepara dan barat Jawa, juga pedagang-pedagang dari Palembang. di bagaian selatan, pedagang-pedagang dari pantai utara Jawa seperti Gersik tinggal di kawasan Bandar Hilir.

Perdagangan juga dari India kemudian Bengala. Kemlompok ini tidak hanya dari Bengala, tetapi juga dari Arab, Persia, Turki, dan Abbisina yang berpangkalan di Bengala. Mereka berlayar menggunakan 4-5 kapal dari Benggala ke Malaka dari pasai. Kapal-kapal itubiasanya membawa beras, gandum, minyak, mentega, gula, lak, lambaya (semacam pakaian), pakaian sutra, sapu tangan (aromal), kain kasar dan halus, baik laki-laki dan perempuan. setelah pulang mereka mengambil kapur barus, timah, perak, candu, permadani, dan beberpa barang lainnya.

Malaka juga menjalin perdagangan dengan Sri Langka. pedagang-pedagang dari Malaka datang ke Sri Langka mengambil gajah, kulit kayu manis, dan batu permata. Perdagangan dengan Pegu juga ramai. Setiap tahun terdapat 15-16 jong besar serta 20-30 perahu kecil berlayar ke Malaka. Biasanya mereka berangkat bulan Februari dan tiba di Malaka antara bulan Maret dan April. Kapal-kapal Pegu antara lain membawa bahan makanan, batu permata, perak, kasturi, dan kemenyan serta gula tebu dalam bengkahan. Selain kembali, mereka membawa mutiara, perak, tembaga, cengkeh, pala dan bunga pala, emas, timah, dan kulit siput. 

Hubungan malaka dengan China merupakan hubungan paling penting, selain India. Saudagar China tidak dikenakan pajak, kecuali hadiah kepada seorang syabandar yang juga adalah seorang petinggi armada laut (laksamana). Sudagar Malaka ke China membawa lada hitam, berbagai jenis kayu berharga, batu permata, dan aneka perhiasan. Sebaliknya, saudagar China ke Malaka membawa gua, burung kasturi, kapur barus, mutiara, emas, perak, sutra, kain, garam, tawas, belerang, tmbaga, besi, periuk belangga (terbuat dari tembaga dan besi) serta barang tembikar.

Para pedagang dari Nusantar diurus oleh dua syahbandar, diantaranya dari Kalimantan (Borneo) yang membawa emas, kapusr barus, lilin, madu, beras, dan sagu. Seperti halnya saudagar China mereka tidak dikenai pajak, terkecuali hadiah kepada syahbandar. Selain Kalimantan, Malaka menjalin hubungan dengan pelabuhan-pelabuhan di Sulawesi, terutama daerah-daerah yang dikuasainya yaitu Indragiri, Kampar, Siak, Rotan, Purim, (Bengkalis), Rumput, dan Jambi. dari pelabuhan Indragiri Malaka memperoleh emas yang di peroleh dari minang kabau.

Kesultanan Malaka juga menjalin hubungana dagang dengan kerajaan Sunda. Barang-barnag yang diperoleh dari sana ialah lada hitam, cili (cabai), asam jawa, budak, dan terutama beras. Malaka juga memperoleh emas dan kain dari Jawa. Saudagar Sunda di Malaka membeli berbagi jenis kain India, menggunakan alat tukar emas, Malaka juga menjalin hubungan perdagangan dengan pelabuhan-pelabuhan di pantai utara dan timur Jawa, seperti Demak, Jepara, Cirebon, dan Gersik, yang kebanyakan mengekspor bahan makan terutama beras, lalu emas, tambang, batu permata, asam jawa, kain, dan budak. Setiap tahun sekitar 8 kapal dari Malaka dan Gersik berlayar ke Maluku memberi rempah-rempah. Dari malaka, saudagar Jawa memperoleh kain dari India.

Penulis   : Hermawan Arisusanto, S. Hum
Editor     : Aris