Gerakan Protes Sosial di Sukamanah Tasikmalaya
Ruang Kelas - Ulama dan santri memasuki tahun 1363 H/1944 M menghdapi tantangan yang sangat berat. Balad tentara Djepang menggenggam seluruh wilayah Asia Timur Raya. Dengan personal militer yang sangat kecil jumlahnya dan mesin perng darat, laut, dan udara yang tidak memadai untuk mempertahnkannya.
Dampak dari kelemahan pertahanan satu persatu wilayah yang akan di jadikan lakan kehidupan baru, garam, Saipan, Tinian dari kepulauan Karolin, Filipina mulai terlepas dan kembali ke tangan Sekoete. Terputuslah hubungan Indonesia dengan Tokio pada bulan Jini, Juli, dan Agustus 1944. Dampaknya terpikulah beban yang sangat berat bagi Ulama, dijadikan tumpuan Baladtentara Djepang dan upaya memenangkan perangnya (Api Sejarah. 86)
Gerakan Protes Sosial Ulama Terhadap Pemerintah Jepang di Sukamanah Tasikmalaya
Prang membutuhkan pangan atau beras serta logistic lainnya. Ulama desa diwajibkan menyerakhan padi miliknya. Perang membutuhkan dana untuk pembangunan kembali mesin perang yang rusak. Uamat islam di wajibkan menyrahkan harta emas intasnya. Perang membuthkan tenaga kerja pembangunan. Dampaknya, rakyat dijadikan objek kerja paksa atau rumasa.
Kelaparan sebagai senjata melumpuhkan lawan dalam peperangan, demikian pendapat Josue de Castro ini tidak hanya dijadikan oleh sekoetoe pada abad ke-20 M, juga pada abad ke-17 M terjadi di Indonesia. Dilakukan VOC dalam menghentikan serangan Soeltan Agoeng dan Dipati Oekoer dengan membakar lumbung padi gudang logistiknya. Demikian pula yang dilakukan COV terhadap Soeltan Hasanoeddin menutup jalan niaga lat Makasar dengan Cina dan India.
Baladtentara Djepang sangat memahami perlunya memerhatikan masalah pangan dalam masa pernga Asia Timur Raya. Dibuatlah Beikoku Tyuoo Konaisyo Kantor Pusat Urusan Pembelian Beras danBeikoku Toosei Kai Kantor Pengadilan Penjualan dan Pembelian Beras. Selain itu, dibentuk pula Kumiai Renamei Koperasi Persatuan Desa, dipimpin oleh Syomin Kumai Sodandyo Jawatan Penerangan Koprasi dan Perdagangan.
Didirikan di Jawa Barat meliputi kota; Serang, Jakarta, Bogor, Bandung, Garut, Ciamis, Tasikmalaya, dan Cirebon. Di Jawa Tengah meliputi kota: purwokerto, Berebes, Pekalongan, Semarang, Magelang, dan Jogjakarta. Di Jawa Timur meliputi kota: Surabaya, Kediri, Malang dan Jember.
Sistem kerja koprasi tadi, tidak dapat berjalan sebagai mana seharusnya. Penyerahan padi seharusnya diikuti pembelian dengan harga yang wajar atau dengan pengertian materi lain yang dilakukan oleh para petani. Realitasnya para petani dikenakan kewajiaban menyerahkan hasil padinya semata tanpa pergantian apapun. Tahun ke III, penyerahan padi tersebut didasarkan Amanat Syuuchian kepada rakyat Priangan Syuu.
Malpraktik pelaksanan amanat Syuuchokan di atas, penyerahan padi tanpa pergantian apapun, memicu timbulnya protes sosial di kalangan petani. Di Jawa Barat, seperti terulang kembali sejarah pemaksaan penyerahan padi dari para petani. Di Jawa Barat, seperti terulang kembali sejarah pemaksan penyeran padi dari para petani. Mirip dengan peristwa Jadji Hasan Cimareme Gart, 1337 H/1919 M. Gerakan protes sosiaoal petani merupakan malpraktek pelaksanaan Nippon’s Islamic Grass Root Policy Kebijakan Islam Baladtentara Djepang terhadap Ulama Desa. Diperkirakan ulama Desan. Diperkirakan Ulama Desa yang dijauhkan dari pengaruh pimpinan parpol Islam, akan mudah diperalat oleh Baladtentara Djepang. Kenyataan di lapngan, justru terbalik timbul protes sosial dipimpin oleh Ulama Desa dari kalangan Nahdltoel Oelama.
Peran K.H. Zainal Moetofa
Pecah protes sosial petani Muslim setelah tampilnya seorang ulama, K.H. Zainal Moetofa dari Sukamanah Tsikmalaya. Menurut Mr. Kasman Singodimedjo Daodancho tentara Pembela Tanah Air – Peta Jakarta, peristiwa itu terjadi tepat pada 18 Februari 1944.
Pada 23 Februari 1944 Jepang mengirim utusan ke pesantren. Mereka mengancam KH Zainal Mustafa, para santri, dan penduduk desa. Esoknya, 24 Februari, Jepang mengerahkan pasukan Kempetai yang dipimpin pejabat lokal yang memihak Jepang seperti Camat Cakrawilaksana, Sastramaun (Lurah Cimerah), Suhandi (juru tulis), dan Muhri (Kepala Kampung Punduh). Mereka ingin meringkus KH Zainal Mustafa.
Terjadi bentrok fisik dengan para santri. Senjata-senjata Jepang berhasil direbut yaitu 12 senapan, 3 pucuk pistol, dan 25 senjata tajam.Senjata-senjata itu disimpan dan tidak digunakan. KH Zainal Mustafa sadar, Jepang pasti akan datang lagi dengan kekuatan yang lebih besar.
Pada 25 Februari 1944 sebelum pelaksanaan Shalat Jum'at, KH Zainal Mustafa menyampaikan hal itu, kemudian memberi kebebasanpilihan jika ada santri memilih mengundurkan diri atau pulang ke kampung masing-masing. Semua santri ternyata lebih memilih ikut melawan.
Saat khutbah Jum'at, Jepang mengepung rapat pesantren dan masjid. KH Zainal Mustafa meminta jamaah tenang dan menyelesaikan Shalat Jum'at.Setelah itu ditemuinya pasukan Kempeitai di Gunung Bentang. Seorang perwira Jepang minta agar berbicara di masjid. Tapi ketika bicara, nadanya begitu congkak sambil mengancam KH Zainal Mustafa akan dihukum berat.
Setelah itu perwira Jepang itu membujuk lagi; KH Zainal Mustafa tidak akan dihukum asal mau minta ampun. Jamaah pun tersinggung karena perkataan perwira Jepang, bahwa jika satu orang Jepang mati maka harus ditebus seribu nyawa orang Indonesia. Suasana pun berubah gaduh, dan Jepang telah bersiap.Saat itu juga KH Zainal Mustafa mengeluarkan komando perlawanan. Perkelahian pun pecah!
Dalam perkelahian di persawahan, tiga polisi Jepang tewas dan satu melarikan diri. Melihat ini Jepang pun marah besar. Selanjutnya dikirim 6 kompi tentara,dan Desa Sukamanah pun dikepung dari tiga arah; selatan, timur, dan utara. Menjelang Ashar, Jepang dengan menggunakan kendaran lapis baja berusaha menerjang pesantren. Mereka juga sengaja memaksa beberapa penduduk desa berdiri di barisan depan. (http://disdik.jabarprov.go.id/news/918/k.h.-zainal-mustafa-dan-pertempuran-tasikmalaya 20-12-2020)
Gerakan protes Sosial Pesantren Sukamanah yang di pimpin oleh K.H. Zainal Moestofa, bukan karena menuntut pembelian padi yang dirampas Baladtentara Jepang. Melainkan terpanggil untuk mengakkan kemerdekaan Indonesia. Diserbu tentara Jepang dan dibantu Polisi Pribumi dengan persenjataan yang kuat dan pasukan tank, Akibatnya secara fisik puluhan Santri dan pimpinan Pesantren bersama K.H Zainal Moestofa gugur sebagai dyuhada. Kemauan merebut kembali kemerdejan, tidak dapat terpendam oleh keganasan pemilik senjata. Betapa mahalnya nilai kemerdekaan, hnaya dengan harta dan daera para syuhada dapat merebutnya. Pesantren sukamanah adalah satu-satunya pesantren di Jawa Batar yang emiliki makam pahlawan nasional.
Perlawaan politik K.H. Zainal Moestofa hanya terjadi di sebuah Pesantren di desa Cimerah Sukamanah dan hanya sehari dapat diselesaikan secara system persenjataan teknik sistik. Namun, tuntutannya ingin Indonesia merdeka menegakan agama Islam yang bebas dari penjajahan asing, tidak dapat di padamkan melalui serangan fisik militer. Walaupun saat itu sitem pemerintahan baik melalui media teknik Radio Bandung Hoso Kyolu ataupun surat kabar Tjahaya, dikuasi oleh Balatentara Djepang, tetapi berita gerakan protes sosial Pesntren Sukamanah menjalar ke Indramayu.
Penulis : Hermawan Arisusanto